Kepolisian RI mencatat ada 554 laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2019 yang diterima Sentra Gakkumdu saat ini. Dari jumlah tersebut, ada 132 laporan yang dinyatakan sebagai tindak pidana Pemilu karena memenuhi unsur formil dan materiil. Sebanyak 442 laporan lainnya dianggap tidak memenuhi unsur pidana.
Dari 132 laporan yang ditindaklanjuti, 104 perkara sudah dinyatakan lengkap dan berlanjut ke tahap penuntutan (P21). Namun, 20 perkara dihentikan karena alat buktinya tidak cukup.
"Kemudian delapan masih proses penyidikan," kata Karobinopsnal Bareskrim Polri, Brigjen Nico Afinta di Hotel Ashley, Jakarta, Jumat (5/4).
Nico mencatat dari 132 perkara yang ada, kasus yang paling banyak ditangani merupakan politik uang. Ada 31 perkara terkait politik uang yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
(Baca: Bawaslu Waspadai Delapan Modus Jual Beli Suara dalam Pemilu 2019)
Sementara, 15 perkara merupakan kasus pemalsuan. Sepuluh perkara merupakan pelanggaran kampanye di luar jadwal. Ada pula kasus dugaan merugikan atau menguntungkan kandidat, menghina peserta Pemilu.
Kemudian, melibatkan orang yang tak boleh menjadi peserta, penggunaan fasilitas negara, perusakan alat peraga kampanye (APK). Lalu, adu domba dan menghalangi jalannya kampanye.
"Khusus untuk money politic ada 31 perkara. Itu meliputi wilayah Jakarta Timur, Semarang, Karimun, Jakarta Pusat dan beberapa wilayah baik di bagian Indonesia barat maupun timur," kata Nico
Nico menilai persentase pelaku yang melakukan politik uang masih kecil dibandingkan jumlah peserta Pemilu. Meski demikian, dia menilai perkara politik uang harus terus ditekan.
Menurutnya, hal tersebut dapat dilakukan dengan mendorong keterbukaan dana kampanye dari seluruh peserta Pemilu. "Dana-dana dari perbankan kemudian diaudit oleh auditor independen dan diumukan ke publik," kata Nico.
(Baca: Bawaslu: Meski Hari Libur, ASN Dilarang Ikut Kampanye Rapat Umum)