Badan Ekonomi Kreatif melakukan sejumlah terobosan baru untuk memperkenalkan produk-produk ekonomi kreatif Indonesia ke pasar global. Hal itu disampaikan Wakil Kepala Bekraf Ricky Pesik usai diskusi mengenai “Creative Indonesia” di London Book Fair 2019 di London, 13 Maret 2019. Narasumber lainnya desainer fashion, Didiet Maulana, dan ahli lisensi dan Direktur Merchandising Asian Games 2018, Mochtar Sarman.
Menurut Ricky, sejumlah terobosan diperlukan agar upaya memperkenalkan produk kreatif Indonesia berjalan efektif hingga menghasilkan transaksi bisnis. “Kita perlu cara-cara baru untuk memperkenalkan produk kreatif Indonesia ke manca negara,” kata Ricky kepada Katadata.co.id.
(Baca: Hari Pertama London Book Fair, Indonesia Raup Transaksi Rp 3 Miliar)
Beberapa terobosan baru tersebut di antaranya mengajak pelaku industri kreatif yang sudah siap -dari sisi produk dan pelakunya- dalam mempresentasikan produknya. Sebab, tak sedikit pelaku yang belum siap. Untuk memastikannya, panitia melakukan kurasi dengan cermat dan akurat mengenai siapa yang layak diberangkatkan agar ujungnya bisa menghasilkan kesepakatan bisnis.
Contohnya, seperti disampaikan Laura B Prinsloo, Ketua Panitia Indonesia Market Focus, salah satu program yang disusun oleh panitia dan British Council sebagai mitra London Book Fair bagi negara-negara market focus adalah memilih 12 penulis Indonesia. Mereka akan tampil di sejumlah acara di London untuk memperkenalkan kekayaan literasi Indonesia. Tujuannya, mendukung target penjualan 50 hak cipta konten penerbitan di LBF 2019 ini.
Selain para penulis, Bekraf juga menampilkan para pelaku industri kreatif yang lain untuk mempresentasikan produknya. Mereka bergerak di sub sektor kuliner, fashion, film, seni pertunjukan, komik, eksibisi arsitektur dan desain drafis, ilustrasi, boardgames, dan digital animasi. Dengan seluruh subsektor tersebut, panitia merancang 120 acara yang berlangsung tidak hanya di Olympia, juga di berbagai venue di seluruh kota London.
(Baca: Wajah Keragaman Identitas Indonesia di London Book Fair 2019)
Kedua, menurut Ricky, di ajang pameran-pameran internasional, stan Indonesia harus tampil menarik dan di lokasi strategis. Di London Book Fair, misalnya, sebagai negara yang terpilih menjadi market focus, Indonesia memiliki stan terbesar dengan luas 600 meter persegi.
Promosi dan kehadiran Indonesia sangat mencolok dengan spanduk berukuran sangat besar di area pameran buku terbesar kedua di dunia ini. “Presiden Jokowi kan pernah marah-marah karena saat pameran, stan Indonesia berada di dekat toilet, tapi yang berangkat puluhan orang dan tidak jelas siapa yang tampil,” ujarnya.
Ketiga, Bekraf juga menyiapkan dan membawa para pelaku industri kreatif Indonesia hadir di kegiatan atau ajang internasional. Misalnya, Indonesia memiliki stan besar dan mengirimkan perwakilan di ajang pameran film, musik dan media interaktif “South by Southwest” di Texas, USA pada Maret ini.
Bulan ini juga, Indonesia akan tampil di Games Connection America di San Francisco, USA, ajang BtoB games market terbesar di dunia, serta ajang festival film dan konferensi di Hongkong. Pada April depan, Indonesia juga akan tampil di ajang festival dan konferensi music dunia Musikmesse di Frankfurt, Jerman.
(Baca: Selain Buku, Bekraf Boyong Kuliner dan Musik ke London Book Fair 2019)
Pada kesempatan tersebut, Didiet Maulana mengenalkan produk fashion Indonesia yang dibuat dari kain tenun. Dia menampilkan konsep fashion dari produk tradisional menjadi tampil modern yang sesuai dengan gaya anak muda. Sedangkan, Mochtar Sarman mempresentasikan film Gatotkoco yang melibatkan berbagai elemen industri kreatif yang akan dirilis tahun depan.