Penyedia layanan nonton streaming Viu menjalankan tiga program untuk mengembangkan industri film nasional. Melalui ketiga program tersebut, Viu ingin memasarkan film nasional ke konsumennya yang tersebar di 17 negara.
Country Manager Viu Indonesia Varun Mehta mencatat, ada 140 film Indonesia yang tayang di bioskop pada 2018. Namun, dari jumlah tersebut hanya 11 film yang berhasil menarik 1 juta penonton. Itu artinya, kesuksesan film nasional tidak mencapai 10% dari total.
Supaya jumlah penontonnya meningkat, Viu ingin menampilkan film nasional di platform mereka. Toh, masyarakat mulai gemar menonton secara streaming. "Kami ingin membuka akses Indonesia ke pasar global dan sebaliknya, sehingga bisa membantu industri kreatif," kata Varun di Jakarta, Rabu (6/3).
(Baca: Bekraf Targetkan 60 Juta Penonton Bioskop Tahun Ini)
Program pertama yang bakal dilakukan Viu adalah menjaring pembuat film lokal lewat Viu Short!. Viu bakal mengadakan lokakarya sinematografi dengan menghimpun pelajar di 17 kota di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mencari bibit unggul pembuat film nasional.
Lewat lokakarya ini, Viu memberi pembekalan teknik sinematografi mulai dari tata suara, tata cahaya, metode pengambilan gambar, hingga proses kreatif pembuatan naskah film. Untuk itu, Viu bakal melibatkan pengajar dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dalam lokakarya ini. Viu juga akan menyediakan sarana dan prasarana seperti peralatan pembuatan film.
Adapun 17 kota yang bakal disambangi Viu adalah Cilegon, Purbalingga, Kupang, Maumere, Siak Indrapura, Bojonegoro, Aceh, Makassar, Manado, Singkawang, Banjarmasin, Samarinda, Labuan Bajo, Tanjung Pinang, Padang, Batam, Banyuwangi, dan Samarinda. Lokakarya ini diselenggarakan pada Oktober 2018 Maret 2019, mengikuti tahun ajaran sekolah. “Kesempatan edukasi dari lokakarya serta pengajar terbaik untuk meningkatkan kapasitas produksi film," ujarnya.
(Baca: Akses Modal Terbuka, Film Berkembang Pesat dalam 5 Tahun)
Program kedua adalah Viu Pitching Forum. Lewat program ini, Viu akan memberikan pembekalan kepada para pembuat film supaya bisa menjual karyanya ke investor global. Untuk itu, Viu akan menyeleksi pembuat film yang bakal diberi pembekalan.
Varun menyampaikan, investor mempertimbangkan beberapa hal sebelum mendanai film. Pertimbangan itu seperti naskah cerita yang bagus, elemen merek yang kuat, serta sudut pandang pemasaran yang tepat. "Kami ingin industri dapat kesempatan untuk memamerkan karyanya kepada masyarakat internasional," kata Varun.
Program ketiga, Viu menggandeng IKJ untuk mengkurasi film karya mahasiswa. Selama ini, mahasiswa Fakultas Film dan Televisi IKJ mendapat tugas untuk membuat film pendek. Menurut Senior Vice President Marketing Viu Indonesia Myra Suraryo, tugas tersebut memakan biaya cukup besar.
Oleh karena itu, Viu bakal memberikan beasiswa senilai Rp 400 juta kepada satu mahasiswa IKJ. Beasiswa itu mencakup biaya kuliah dan biaya hidup selama empat tahun. "Harus ada dukungan dari daerah, supaya semakin banyak anak-anak yang mendapatkan kesempatan (untuk membuat film)," ujar Myra.
Selain itu, tim gabungan ini akan menyeleksi film pendek garapan mahasiswa untuk ditayangkan di Viu selama sebulan. Film-film tersebut juga berkesempatan untuk didanai oleh investor. Bahkan, film-film tersebut berpeluang untuk ikut festival film internasional. Saat ini, sudah ada tiga film nasional yang memeroleh lima penghargaan internasional.
(Baca: Pertumbuhan Penonton Streaming Video Melebihi Bioskop)
Sementara itu, Rektor IKJ Seno Gumira Ajidarma mengapresiasi kolaborasi dengan Viu. Menurutnya, keterlibatan perusahaan global bisa mendorong industri film nasional ke arah yang lebih baik. "Semoga kolaborasi ini dapat memajukan industri film Indonesia, hari ini maupun di masa depan," katanya.
Adapun IKJ merupakan sekolah film tertua di Indonesia. IKJ didirikan pada 1971, dengan nama Akademi Sinematografi. Beberapa lulusan IKJ sukses merilis film, seperti Mira Lesmana, Riri Riza, dan Hanung Bramantyo.