Dukungan Nahdlatul Ulama (NU) kepada pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin semakin meningkat pada Februari 2019. Meski demikian, dukungan dari ormas Islam lainnya, seperti Muhammadiyah, Persaudaraan Alumni (PA) 212, dan Front Pembela Islam (FPI) kepada Jokowi-Ma'ruf menurun.
Berdasarkan hasil sigi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di basis NU sebesar 64,1%. Angka ini meningkat 8,5% dibandingkan satu bulan sebelumnya. Pada Januari 2019, dukungan NU kepada Jokowi-Ma'ruf tercatat sebesar 55,6%.
(Baca juga: LSI Denny JA: Jokowi-Ma'ruf Terus Unggul, Pilpres 2019 Sudah "Selesai")
Berkebalikan dari suara NU, dukungan Muhammadiyah kepada Jokowi-Ma'ruf mengalami penurunan. Elektabilitas pasangan nomor urut 01 di basis Muhammadiyah pada Februari 2019 sebesar 33,3% atau turun 8,7% dari hasil survei sebulan sebelumnya sebesar 42%.
Di basis kalangan Islam konservatif seperti PA 212, dukungan terhadap Jokowi-Ma'ruf saat ini sebesar 14,3%. Angka ini menurun 14,3% dari Januari 2019 yang sebesar 28,6%.
Dukungan FPI kepada Jokowi-Ma'ruf anjlok drastis menjadi nol persen pada Februari 2019. Padahal pada Januari, masih ada 30% elemen FPI yang mendukung Jokowi-Ma'ruf.
"Dalam kurun waktu enam bulan, di pemilih Muslim, dukungan atas Jokowi-Ma'ruf menurun di berbagai Ormas Islam kecuali di NU," kata peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa di kantornya, Jakarta, Selasa (5/3).
(Baca: Survei: Jokowi Unggul di Muslim Moderat, Prabowo di Konservartif)
Hal berbeda terjadi terhadap pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dukungan NU terhadap pasangan calon oposisi itu memang menurun. Hanya saja, dukungan Muhammadiyah, PA 212, dan FPI semakin meningkat.
LSI Denny JA mencatat dukungan NU terhadap Prabowo-Sandiaga pada Februari 2019 sebesar 28,2%. Angka ini menurun 5,4% dari bulan sebelumnya yang sebesar 33,6%.
Berbeda dengan Jokowi, Prabowo-Sandi mendapat dukungan yang menguat dari kalangan Muhammadiyah, PA 212 dan FPI. Dukungan Muhammadiyah kepada Prabowo-Sandiaga tercatat sebesar 62,2% atau meningkat 8,2% dari sebelumnya sebesar 54%.
(Baca: Tiru Pilkada DKI, Prabowo cs Kerahkan Massa ke Masjid saat Pencoblosan)
Dari kalangan PA 212, dukungan terhadap Prabowo-Sandiaga pada Februari 2019 meningkat sebesar 28,6% menjadi 85,7%. Pada Januari 2019, dukungan dari PA 212 kepada Prabowo-Sandiaga sebesar 57,1%.
Di basis FPI, dukungan terhadap Prabowo-Sandiaga pada Februari 2019 sebesar 100%. Pada bulan sebelumnya, dukungan FPI kepada Prabowo-Sandiaga sebesar 40%.
"Dukungan atas Prabowo-Sandiaga meningkat di berbagai ormas Islam kecuali NU," kata Ardian.
Alasan Dukungan NU Menguat kepada Jokowi-Maruf
Ardian menilai dukungan NU terhadap Jokowi-Ma'ruf meningkat karena berbagai kegiatan yang dilakukan pasangan petahana selama ini. Jokowi memang kerap kali dalam beberapa bulan terakhir mendatangi berbagai acara NU, seperti Konsolidasi Jelang Satu Abad NU dalam rangka Harlah ke-93 dan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU.
Bahkan, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj sempat mendoakan kembali Jokowi memenangkan Pilpres 2019. Jokowi juga didukung oleh banyak tokoh NU.
Ma'ruf yang menjadi pendamping Jokowi sendiri juga pernah menjabat sebagai Rais A'am PBNU. Belum lagi ada Ketua Umum PPP Romahurmuziy dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Hal ini lah yang mampu mendorong elektabilitas Jokowi-Ma'ruf semakin tinggi di basis NU. "Dukungan Pak Jokowi di NU lumayan mengkristal kemudian juga sangat tinggi," kata Ardian.
Dari berbagai kondisi tersebut, kata Ardian, tak terjadi dengan Muhammadiyah. Ardian menilai banyak tokoh Muhammadiyah lebih condong mendukung Prabowo-Sandiaga.
Ini terlihat dari adanya tokoh senior Muhammadiyah Amien Rais di barisan pendukung oposisi. Ada pula mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak. Teranyar, Prabowo-Sandiaga mendapatkan dukungan dari eksponen Muhammadiyah yang tergabung dalam Aliansi Pencerah Indonesia.
"Salah satu faktor banyak tokoh di sana membuat dukungan di organisasi tersebut juga akan mengalir," kata dia.
Lebih lanjut, Ardian menilai kedua ormas Islam tersebut memiliki kepentingan politik yang berbeda. Karenanya, jika dukungan NU lebih banyak berkumpul di kubu Jokowi-Ma'ruf, maka warga Muhammadiyah akan mengalihkan dukungannya kepada Prabowo-Sandiaga.
"Sehingga memang dari sini ada pergeseran suara, ada trade off, ya sebabnya lebih kepada kepentingan organisasi saja," kata dia.
Rangkul Tokoh Ulama
Guna mengantisipasi dukungan dari ormas Islam selain NU beralih, Ardian menyarankan Jokowi-Ma'ruf dapat merangkul para tokoh Islam di kubu Prabowo-Sandiaga. Jika tak mampu, maka kubu Jokowi-Ma'ruf dapat meminta para tokoh Islam itu bersikap netral selama Pilpres 2019.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan Ketua Umum PPP Romahurmuziy ketika mengajak Ustad Abdul Somad dan dai Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym untuk bersikap netral. Ardian menilai sikap netral ini dapat mengamankan suara Jokowi-Ma'ruf di kalangan pemilih muslim.
(Baca: Pendukung Prabowo Lebih Percaya Informasi di Medsos Bersimbol Agama)
Saat ini, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di kalangan pemilih muslim masih unggul dari Prabowo-Sandiaga. Perolehan suara Jokowi-Ma'ruf di segmen tersebut tercatat sebesar 55,7% pada Februari 2019. Sementara itu, elektabilitas Prabowo-Sandiaga sebesar 33,6%.
"Targetnya tidak harus sampai meraih dukungan, tapi ya dianggap berada di tengah sudah cukup sebuah kemenangan, karena di pemilih muslim ini sudah unggul," kata Ardian.
Lebih lanjut, strategi ini dianggap akan merugikan Prabowo-Sandiaga. Sebab, mereka sudah diidentikan dengan para tokoh Islam tersebut sejak awal Pilpres 2019.
Jika para tokoh Islam itu netral, para pengikut mereka belum tentu akan memilih Prabowo-Sandiaga ke depannya. "Kalau mereka berada di tengah, sedikit banyak akan mempengaruhi dukungan yang diperoleh Prabowo-Sandiaga," kata dia.