PT ABM Investama Tbk berencana mengakuisisi tambang batu bara di wilayah Kalimantan. Saat ini perseroan sedang melakukan negosiasi dan uji tuntas (due diligence) untuk mendapatkan tambang tersebut. Targetnya, proses akuisisi ini akan selesai pada kuartal kedua 2019.
Direktur Keuangan ABM Investama Adrian Erlangga belum mau menyebutkan nama tambang dan berapa nilai akuisisinya. Namun, ia mengatakan, tambang tersebut sudah berproduksi.
Dengan aksi korporasi tersebut, perusahaan berharap cadangan batu baranya bisa bertambah 100-150 juta ton.
Menurut dia, batu bara masih menjadi komoditas yang menjanjikan untuk dijual, sehingga diperlukan penambahan cadangan dengan cara mengakuisisi.
"Batu bara masih akan diperlukan terus, tergantung gimana me-manage-nya," kata dia, kepada Katadata.co.id, Senin (25/2).
Adapun, untuk target produksi tahun ini ABM menargetkan sebesar 12 juta ton. Target ini meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu yaitu sekitar 6 juta ton.
(Baca: ABM Investama Targetkan Produksi Batu Bara Naik 100% Tahun Ini)
Perseroan akan mengoptimalkan fasilitas produksi tambang untuk menggenjot produksi. Salah satunya dengan menyiapkan infrastruktur dan peralatan tambang.
Selain itu, ABM juga telah menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) tahun ini sebesar US$ 40-50 juta atau Rp 562 miliar-Rp 700 miliar. Belanja modal ini akan digunakan untuk perawatan infrastruktur penunjang aktivitas pertambangan.
Menurut Ardian, anggaran capex tersebut bisa saja berubah sejalan dengan rencana akuisisi wilayah tambang pada tahun ini. Namun, ia belum bisa menjelaskan secara pasti, karena masih dalam tahap uji tuntas .
"Capex sangat tergantung uji tuntas, karena masih dihitung, tapi lebih banyak untuk kegiatan perawatan," katanya.
Wilayah tambang milik ABM berlokasi di Aceh melalui PT Mifa Bersaudara dan di Kalimantan Selatan melalui PT Tunas Inti Abadi. Adapun, batu bara ABM paling banyak dieskpor ke Tiongkok sebesar 75%, sisanya diekspor ke India, Vietam, dan Filipina.