Direktur Utama PT Smelting Prihadi Santoso resmi mengundurkan diri per 17 November 2018. Perusahaan yang mengolah hasil tambang Freeport Indonesia ini membantah alasan pengunduran diri Prihadi terkait kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Eni Maulani Saragih.
Manager General Affair PT Smelting Sapto Hadi mengatakan bahwa Prihadi mengundurkan diri karena desakan keluarga yang menginginkan mundur menjabat sebagai Direktur Utama. "Usianya sudah 71 tahun, namun utamanya alasan keluarga," kata dia, di Jakarta, Senin (11/2).
Saat pemaparan kinerja perusahaan, Sapto juga mengakui nama Prihadi memang sempat disebut dalam persidangan kasus Eni Maulani. Prihadi disebut sebagai orang yang memberikan gratifikasi terkait impor terak tembaga (copper slag) sebesar Rp 250 juta. Namun, dia memastikan hal itu tidak ada kaitannya dengan PT Smelting.
"Smelting tidak ada rencana untuk mengimpor bahan bahan baku, jadi perusahaan tidak punya kepentingan impor copper slag," ujar Sapto. (Baca: Produksi Freeport Turun, Smelting Pastikan Pasokan Konsentrat Stabil)
Kasus korupsi Eni melibatkan banyak pihak. Selain dari Prihadi, Eni juga menerima uang dari Herwin Tanuwidjaja selaku direktur PT One Connect Indonesia (OCI) sejumlah Rp 100 juta dan 40 ribu dolar Singapura, Samin Tan selaku PT Borneo Lumbung Energi dan Metal sejumlah Rp 5 miliar, serta Iswan Ibrahim selaku Presiden Direktur PT Isargas sejumlah Rp 250 juta.
(Baca: Eni Saragih Sebut Terima SGD 10 Ribu dari Staf Menteri Jonan)
"Uang tersebut telah digunakan terdakwa untuk kepentingan kampanye suami terdakwa menjadi calon bupati Kabupaten Temanggung sehingga dapat disimpulkan tidak ada itikad baik dari terdakwa untuk melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK," ujar Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lie Putra Setiawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (6/2).
Hingga awal Februari, Eni sudah mengembalikan uang senilai Rp 4,05 miliar kepada KPK yang akan diperhitungkan sebagai pengurangan uang pengganti. Rinciannya: Rp 500 juta yang dibayarkan pada 28 Agustus 2018; Rp 500 juta pada 28 September 2018; Rp 1,25 miliar pada 8 Oktober 2018; Rp 1,3 miliar pada 5 November 2018, dan Rp 500 juta pada 30 Januari 2019.
(Baca juga: Kasus PLTU Riau, Eni Saragih Dituntut 8 Tahun Penjara)