Mantan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Amir Syamsuddin, menyoroti kemunduran hukum di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Kasus penyiraman air keras yang menimpa Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang hingga kini belum terungkap dinilai bisa menurunkan elektabilitas Jokowi di Pilpres 2019.
Amir mempertanyakan alasan pelaku kasus tersebut belum terungkap padahal polisi mempunyai reputasi yang baik dalam membongkar jaringan teroris. "Novel akan jadi faktor yang menurunkan elektabilitas Jokowi," kata Amir dalam diskusi yang digelar di Sekretariat Nasional (Seknas) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Jakarta, Rabu (5/1).
Amir membandingkan penanganan kasus yang melibatkan KPK pada masa SBY menjabat. Saat itu, SBY membentuk Tim Delapan guna menengahi konflik antara KPK dan Polri. Dia mengkritik Jokowi lantaran mantan Gubernur DKI tersebut enggan mengintervensi kasus yang tak kunjung usai itu. "Ada masalah besar di Presiden kami dengan mengatakan tidak mau intervensi, padahal sebenarnya beliau tidak mau dan tidak mampu," kata Amir.
(Baca: Penyerangan Novel Baswedan Diduga Upaya Pembunuhan Berencana)
Selain kasus Novel, Amir juga mengatakan organisasi pemerintah tidak berjalan dengan baik dalam penanganan isu rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir. Para pembantu presiden malah saling lempar dalam menghadapi pembebasan Baasyir."Ini bukan seperti organisasi yang baik," kata Amir.
Politisi Gerindra Muhammad Syafii juga menganggap masing-masing lembaga penegakan hukum di era Jokowi tidak berjalan dengan baik. Syafii menyebut Polri saat ini malah menjadi alat rezim untuk menyingkirkan oposisi. Dia mencontohkan beberapa kasus seperti Ahmad Dhani terlihat seperti terburu-buru diproses.
Di lain pihak, pengaduan terhadap pidato kakak-beradik Megawati dan Sukmawati Soekarnoputri tak kunjung diproses. "Kalau pengaduan yang berseberangan dengan pemerintah, prosesnya cepat," kata Syafii.
Soal ketiadaan penangguhan penahanan Dhani juga disebutnya merupakan buah Kejaksaan Agung yang dianggap bermain politik. Padahal, yang bersangkutan tidak melarikan barang bukti dan kooperatif selama pemeriksaan. "Hukum malah digunakan membumihanguskan perbedaan pendapat," kata anggota Komisi III DPR tersebut.
(Baca: 5 Calon Kandidat Jaksa Agung jika Prabowo-Sandi Memenangkan Pilpres)