Tim sukses (timses) tidak banyak memberi peran bagi calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin dalam debat perdana Pilpres 2019. Sejumlah pengamat politik menilai Ma'ruf dipilih sebagai pendamping Joko Widodo (Jokowi) untuk memoles citra dan menepis isu politik identitas yang selama ini dilakukan oleh lawan politiknya.
Dalam debat yang terbagi enam segmen, berbagai pertanyaan lebih banyak dijawab oleh Jokowi. Peran Ma'ruf baru terlihat ketika menjawab pertanyaan terkait tema terorisme dan disabilitas. Pada tema lainnya, Rais A'am PBNU itu hanya menyampaikan kata 'cukup' atau mendukung pernyataan Jokowi.
Analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto mengatakan, Ma'ruf dipilih sebagai calon wakil presiden untuk Jokowi karena citranya sebagai ulama besar. Sebelum mendampingi Jokowi, Ma'ruf merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Rais A'am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ma'ruf juga merupakan pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara, Serang, Banten.
Arif mengatakan, Ma'ruf dipilih untuk menepis berbagai isu politik kebencian berbasis identitas yang selama ini dimainkan lawan politik Jokowi. Selama ini, Jokowi kerap kali dilekatkan dengan label anti-Islam. "Pemilihan terhadap Ma'ruf Amin lebih memberi bobot citra diri, dibandingkan kapabilitas," kata Arif kepada Katadata, di Jakarta, Jumat (18/1).
Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego mengatakan, minimnya jawaban Ma'ruf karena dia tak terbiasa mengikuti debat. Sebagai ulama, Ma'ruf lebih terbiasa memberikan tausiyah dan ceramah.
Berbagai kegiatan tersebut merupakan bentuk komunikasi satu arah. "Sedangkan debat itu kan harus bersedia berkomunikasi dua arah. Jadi Ma'ruf Amin tidak terbiasa," kata Indria.
Tidak Terbiasa
CEO Polmark Indonesia Eep Saefulloh Fatah menambahkan, minimnya jawaban Ma'ruf akibat tak terbiasa dengan sistem debat dengan batas waktu. Menurut Eep, Ma'ruf belum sigap memanfaatkan waktu pendek yang tersedia.
Sebagai ulama, Ma'ruf lebih sering berbicara dengan durasi yang panjang ketika ceramah. "Mereka yang terbiasa berceramah panjang memang belum tentu akan piawai di panggung debat dengan waktu bicara yang sempit," kata Eep. Sikap Ma'ruf dalam debat perdana Pilpres 2019 ini berpotensi membebani elektabilitas Jokowi.
Berdasarkan survei Charta Politika, hanya 0,2% responden yang mengaku memilih Jokowi-Ma'ruf karena suka dengan mantan Rais A'am PBNU tersebut. Sumbangan elektabilitas paling besar masih disumbangkan oleh Jokowi dengan porsi 53%. Survei Charta Politika menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf saat ini sebesar 53,2% alias stagnan sejak Oktober 2018.
Ma'ruf berdalih irit bicara karena debat perdana lebih ditekankan kepada Jokowi. Lagi pula, yang banyak ditanyakan dalam debat terkait hasil kerja Jokowi dalam empat tahun terakhir. Karena tak masuk dalam lingkaran pemerintah saat ini, Ma'ruf merasa tak berwenang. "Kan tidak pantas saya yang jawab, yang lebih tahu soal itu Pak Jokowi," kata Ma'ruf.
Sementara itu, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Erick Thohir mengatakan, minimnya jawaban dari mantan Rais A'am PBNU itu memang sudah dipersiapkan. Ma'ruf memang lebih difokuskan untuk menjawab persoalan terorisme. Erick mengklaim jawaban Ma'ruf dalam tema tersebut cukup lugas. "Memang itu bagian dari strategi kami," kata Erick.