Peluang Bisnis Waralaba Kuliner Olahan Ayam Belum Jenuh

KATADATA | Ajeng Dinar Ulfiana
Suasana di warung makan di kawasan Rasuna Garden Foodstreet, Epicentrum, Jakarta Selatan (10/12). Angin berkecepatan tinggi kembali berhembus di bumi Nusantara. Setelah angin puting beliuang melanda kawasan Bogor, kali ini angin kencang menerbangkan atap kedai makan di Jakarta.
Penulis: Dini Hariyanti
9/1/2019, 18.00 WIB

Menurut Levita, jumlah penduduk Indonesia berkisar 250 juta jiwa merupakan pasar potensial. Belum lagi masyarakat kelas menengah terus tumbuh. Tak heran, pasar domestik menjadi incaran jaringan waralaba asing maupun lokal.

"Peluang bisnis kuliner (dengan) waralaba masih terbuka dikarenakan pada dasarnya masyarakat Indonesia suka menu ayam, sehingga jenis makanan seperti ini tak ada matinya," kata Levita.

(Baca juga: Empat Menu Terbanyak yang Dipesan Melalui Go-Food)

Aspek penting dalam menjalankan model bisnis waralaba terutama standar prosedur operasional dan sistem jaringan. Ada dua jenis model bisnis ini, yaitu waralaba luar negeri dan dalam negeri. Waralaba luar negeri, sistemnya relatif lebih jelas serta jenama lebih bergengsi.

Bisnis kuliner di Tanah Air merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) ekonomi kreatif, yakni 40% atau sekitar Rp 400 triliun. Menteri Pariwisata Arief Yahya sempat menyampaikan, bisnis kuliner perlu terus dikembangkan sehingga menyentuh tak hanya konsumen lokal tetapi juga global.

Menurutnya, kini kuliner nusantara belum cukup populer di luar negeri. Salah satu penyebab ialah belum ada jenis makanan yang paling identik di mata wisatawan asing. (Baca juga: Cermat Melihat Kekurangan, Pebisnis Kuliner Akui Butuh Bimbingan Ahli

Halaman: