Gunakan Kotak Karton, KPU Ingin Hemat Biaya Pemilu

ANTARA FOTO/Reno Esnir
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, memeriksa kotak suara yang terbuat dari karton tebal kedap air di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (17/12/2018). KPU mencoba kekuatan kotak suara tersebut antara lain dengan cara disiram air untuk memastikan keamanannya untuk kemudian didistribusikan ke seluruh Indonesia dan digunakan dalam Pemilu serentak 2019.
17/12/2018, 19.58 WIB

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut penggunaan kotak suara yang terbuat dari karton duplex atau kardus dalam pemilihan umum (Pemilu) 2019 dilakukan untuk menghemat biaya hajatan politik. Selain itu, banyaknya kotak aluminium yang rusak menjadi alasan lain KPU memilih menggunakan kotak karton.

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, KPU berketetapan untuk menyelenggarakan Pemilu yang lebih murah dari sisi produksi, distribusi, hingga penyimpanan dan perakitan. Dengan kotak suara berbahan aluminium, pemerintah harus mengeluarkan biaya besar untuk memproduksi kotak-kotak tersebut mengingat kotak suara adalah Barang Milik Negara. "Maka, KPU berpikir mencari kotak suara yang bisa sekali pakai dan bahannya murah," kata Arief di KPU, Jakarta, Senin (17/12).

Meski tidak menyebut berapa nominal penghematannya, Arief menyebut penggunaan karton duplex ini dapat menghemat biaya ketimbang penggunaan kotak aluminium. Selain itu, bahan karton ini mudah dilipat dan dirakit untuk keperluan distribusi. "Seingat saya, (biayanya) hanya seperempat dari kalau kami pakai kotak aluminium," ujarnya.

Arief juga menjanjikan kotak karton duplex ini tahan air. Dokumen surat suara yang masuk dalam kotak ini nantinya akan dimasukkan amplop terlebih dahulu lalu masuk lagi ke plastik agar aman dari air. Yang terpenting, KPU tetap menjaga substansi pemilihan agar transparan dan berintegritas. "Kalau terendam banjir atau tenggelam di laut, mau aluminium atau apa pun juga (rusak)," katanya.

(Baca: BPPT: Indonesia Bisa Jalankan Pemilu Elektronik pada 2024)

Sistem Hitung Online

Dalam Pemilu 2019, KPU menyiapkan aplikasi sistem hitung (Situng) online untuk mempercepat rekapitulasi suara. Arief juga menyampaikan, KPU menggandeng para peretas (hacker) untuk mencari kekurangan dalam aplikasi Situng. Langkah ini dilakukan untuk meminimalisasi kecurangan dan manipulasi dalam perhitungan suara. Apalagi, kemampuan para peretas ini terus meningkat seiring perbaikan sistem yang dilakukan KPU.

"Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Cyber Crime Bareskrim Polri, dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi," kata Arief.

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Viva Yoga Mauladi mengatakan, produk teknologi memang dapat dimanipulasi. Oleh sebab itu tetap dibutuhkan saksi untuk meminimalisasi potensi kecurangan. "Apalagi C1 juga bukan acuan dan fakta konkrit (perhitungan suara)," ujar dia di kesempatan yang sama.

(Baca: KPU: Ancaman Siber Tak Akan Ganggu Pemilu 2019)

Reporter: Ameidyo Daud Nasution