Pada tahapan kampanye, pelanggaran terkait Alat Peraga Kampanye (APK) tidak sesuai aturan, adanya kegiatan menguntungkan salah satu pasangan kandidat oleh pejabat negara, dan kampanye tanpa surat pemberitahuan. Lalu, tenaga honorer yang ikut membantu kegiatan partai politik, pembagian doorprize, serta pemasangan iklan di videotron.

Ada pula pelanggaran keberpihakan ASN pada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Panitia Pemungutan Suara (PPS) turut memfasilitasi kampanye, dan kampanye di luar jadwal. Lalu, pelanggaran laporan dana kampanye dan netralitas ASN. "Dalam tahapan DPT, ada data pemilih ganda," kata Dewi.

Berdasarkan laporan, pelanggaran paling banyak terjadi di Jawa Timur sebanyak 57 kasus. Kemudian disusul Aceh sebanyak 35 kasus, Sulawesi Utara 24 kasus, Banten 20 kasus, dan Sumatera Barat 19 kasus.

Pelanggaran administrasi paling banyak terjadi di Jawa Timur mencapai 141 kasus. Kemudian disusul Sulawesi Utara 96 kasus, Jawa Tengah 68 kasus, Kalimantan Timur 41 kasus, dan Banten 37 kasus.

Sebaran pelanggaran pidana paling banyak terjadi di Sumatera Barat mencapai 12 kasus. Provinsi itu diikuti oleh Jambi 10 kasus, Sulawesi Tengah 10 kasus, Sulawesi Tenggara 9 kasus, dan Lampung 8 kasus.

Sementara itu, pelanggaran terkait netralitas ASN paling banyak terjadi di Sulawesi Utara mencapai 18 kasus. "Disusul Sulawesi Barat 16 kasus, Jawa Tengah 10 kasus, Sulawesi Tenggara 8 kasus, dan Kalimantan Selatan 7 kasus," kata Dewi.

(Baca: PA 212 Minta Bawaslu Tindak Tegas Aksi Politis di Reuni 212)

Halaman: