PT Miko Bahtera Nusantara menekankan pentingnya hak kekayaan intelektual (HKI) bagi perusahaan rintis atau startup. Perseroan yang bergerak di bidang bioteknologi ini menilai, paten HKI mempermudah upaya mengembangkan jaringan usaha.

CTO dan Co-Founder PT Miko Bahtera Nusantara Arekha Bentangan menuturkan, tak jarang startup di bidang ekonomi kreatif hanya memikirkan strategi pemasaran. Alhasil, mereka mengesampingkan paten HKI atas inovasi dan gagasan kreatif yang dimiliki.

"HKI ini seharusnya kita lindungi bahkan sebelum kita menjual produk kita. Model bisnis yang kami terapkan, salah satunya kami ingin menjual inovasi bioteknologi yang kami miliki. Ini tak bisa dilakukan tanpa paten HKI," ucapnya kepada Katadata.co.id, Kamis (25/10).

(Baca juga: Perkuat Modal, Bekraf Ajak Startup Industri Kreatif Melantai di Bursa)

Bisnis yang dijalankan PT Miko Bahtera Nusantara bermula pada 2012. Para pendirinya mengawali usaha mereka sebagai produsen jamur. Setahun kemudian, perseroan yang menaungi jenama Mycotech ini memperdalam risetnya terhadap fungi alias jamur.

Pengembangan inovasi yang dilakukan Arekha dan timnya berawal dari percobaan laboratorium sebelum memasuki tahap proyek percontohan. Kini, Mycotech hadir dalam wujud aneka material berbahan baku jamur yang sudah merambah pasar ekspor.

Arekha menyatakan, misi jenama Mycotech ialah menghasilkan berbagai material berkelanjutan dari sumber terbarukan yang dapat dijangkau publik secara luas. "Moto kami bahwa ketimbang mengeruk alam, kami ingin menumbuhkannya," ujar dia.

(Baca juga: Bonus Demografi, Indonesia Butuh Lebih Banyak Pebisnis Kreatif)

PT Miko Bahtera Nusantara menginginkan inovasi yang mereka miliki dapat menyebar ke berbagai wilayah, baik di dalam maupun di luar negeri. Guna menjalankan model bisnis ini maka paten HKI menjadi penting, pasalnya kemitraan didasarkan kepada lisensi.

Soal kekayaan intelektual, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) juga menekankan bahwa HKI merupakan aspek yang tak boleh luput dari rencana bisnis startup. Pasalnya, kreativitas dan inovasi yang dimiliki perusahaan rintis di industri kreatif merupakan bentuk kekayaan intelektual.

Deputi Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo mengingatkan pelaku bisnis agar tidak meremehkan paten HKI. "Paten kekayaan intelektual (industri kreatif) ini masih memprihatinkan. Hanya sekitar 11% dari pelaku startup ekonomi kreatif kita yang memiliki," ucapnya.

Pada tahun lalu, Bekraf menargetkan sekitar 1.650 produk kreatif yang didaftarkan untuk memiliki hak kekayaan intelektual. Realisasi yang difasilitasi mencapai 1.801 atau setara 109,15% dari target.