Kementerian Perdagangan akan ikut mengawasi terkait surat perjanjian antara pengembang dan konsumen Meikarta. Pengawasan itu akan mulai diperketat, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada praktik suap pengembang Meikarta terhadap Bupati Bekasi Neneng Hasannah Yasin yang kemudian menyeret sejumlah nama petinggi Grup Lippo.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan, Veri Anggriono menyatakan klausa surat baku antara hak dan kewajiban pengembang harus memberi keuntungan yang seimbang antara pihak konsumen dan pengembang. "Kalau hanya menguntungkan satu pihak, kami akan kenakan Undang-undang Perlindungan Konsumen," kata Veri kepada Katadata.co.id di Bandung, Kamis (18/10).
(Baca: KPK Duga Suap Pejabat Lippo ke Bupati Bekasi untuk Dapat IMB Meikarta)
Pihakya juga berencana memeriksa surat perjanjian jual-beli antara pengembang dan konsumen Meikarta atas transaksi sudah berlangsung. Selain itu, realisasi perjanjian harus diselesaikan oleh kontraktor sesuai dengan kesepakatan pada waktu penandatangan.
Veri menegaskan konsumen yang merasa dirugikan bisa melapor kepada Direktorat Pemberdayaan Konsumen, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan. "Kami akan lihat perjanjian terkait masalah jual-beli," ujarnya.
Menurutnya, Kementerian Perdagangan terus melihat masalah yang muncul dalam transaksi di sektor properti secara berkala dengan pengawasan. Terutam adalam penandatangan perjanjian jual-beli dalam klausul surat baku.
Sebelumnya, Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih menyatakan pemerintah harus memastikan uang yang sudah disetorkan konsumen untuk pembelian proyek Meikarta tetap aman di tangan pengembang.
(Baca juga: Terjerat Kasus Suap, Pengembang Janji Proyek Meikarta Tak Berhenti)
"Kami menyarankan pemerintah harus memberikan perlindungan konsumen mengingat mereka jadi pihak yang dirugikan jika masalah hukum berdampak pada keberlanjutan proyek Meikarta," kata Alamsyah, Rabu lalu.
Ombusman juga akan terus mengawasi kinerja pemerintah dalam kasus maladministrasi Meikarta hingga kasus suap ini akhirnya terungkap ke publik. Salah satunya adalah kasus izin perluasan area yang juga menjadi polemik Meikarta dengan pemerintah.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat hanya merekomendasikan izin pembangunan seluas 84,6 hektare kepada Meikarta. Namun dalam perjalanannya, KPK mengungkapkan Meikarta diketahui telah mengajukan perluasan izin area kepada Kabupaten Bekasi hingga 774 hektare.
Sementara itu, Pengamat Hukum Bisnis dari Universitas Prasetya Mulya Rio Chriswanto berpandangan kasus suap Meikarta muncul karena sulitnya proses perizinan proyek di Indonesia. Pengembang kerap mendapat tekanan dari investor untuk mempercepat pembangunan. Alhasil, kondisi tersebut pun akhirnya membuka celah tindakan suap dan korupsi guna mempercepat proses perizinan.
Di luar itu, Rio pun menuturkan, masyarakat harus lebih berhati-hati terhadap skema promosi dan pemasaran pengembang properti. Sebab, kesepakatan jual-beli merupakan aspek pribadi antara kedua pihak yang bersangkutan. "Sepanjang menjanjikan hal yang pasti dipenuhi, itu sah saja," katanya.