Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menggugat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Komisi Informasi Pusat. Tuntuannya adalah membuka Surat Keterangan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Dairi, Sumatera Utara, yang terafiliasi dengan Grup Bakrie.
Latar belakang gugatan karena hingga kini masyarakat Kabupaten Dairi-Pakpak Bharat, Sumatera Utara, tidak pernah mengetahui izin operasi menambang Timah Sulfida dan Perak yang dimiliki DPM. Padahal, kegiatan tambang itu bisa berpengaruh terhadap kegiatan atau perekonomian masyarakat.
Aktivitas pertambangan tersebut ditakutkan akan merusak pertanian warga. Apalagi, jaraknya berdekatan dengan pemukiman penduduk dan pertanian. "Warga secara sadar sebenarnya tau dampak tambang, karena mereka memilih ekonomi pertanian. Di sana ada lahan kopi, cokelat, dan sawah," kata Anggota Divisi Simpul Belajar dan Komunikasi Jatam, Ahmad Saini, kepada Katadata.co.id, Jumat (14/9).
Menurut Saini, salah satu warga Dairi sudah menanyakan izin DPM ke Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara. Namun, pihaknya justru tidak mengetahui mengenai izin operasi tersebut.
Setelah itu pada 2 Juli 2018 Jatam meminta Kementerian ESDM untuk memberikan dokumen terkait izin produksi. Namun, Kementerian ESDM belum memerikan jawaban resmi. "Kita minta tidak ada jawaban, setelah 17 hari tidak ada respon kita layangkan surat keberatan," kata Saini.
Namun, hal itu pun tidak mendapatkan hasil. Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban, pada 6 September 2018 pihaknya mendaftarkan gugatan ke Komisi Informasi Pusat.
Gugatan Jatam mengacu pada Undang-Undang Mineral dan Batu bara Nomor 4 Tahun 2009. Pasal 64 menyebutkan pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan WIUP serta memberikan IUP eksplorasi dan IUP Operasi Produksi kepada masyarakat secara terbuka.
Sikap Kementerian ESDM ini berbeda dengan pemerintah daerah. Saini mengatakan pemerintah daerah sudah terbuka mengenai SK IUP. "Pemerintah daerah sudah terbuka, Surat Keputusan IUP itu dokumen terbuka. Bisa dibuktikan dipersidangan, melalui pendapat ahli," kata dia.
(Baca: Kementerian ESDM Buka Peluang Hapus Tunggakan PNBP Perusahaan Tambang)
Namun, menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi, IUP PT Dairi Prima Mineral (DPM) tidak perlu dipublikasikan. Ini mengacu Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Berdasarkan pasal 17 UU Nomor 14 tahun 2008 itu, SK IUP, IUPR, Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), merupakan informasi yang dikecualikan atau tertutup. "Pemerintah patuh terhadap peraturan perundangan yang terkait informasi publik yaitu UU KIP," kata Agung.
Dairi Prima merupakan perusahaan tambang seng dan timah hitam. Di lokasi tambang yang dikenal sebagai Anjing Hitam (Black Dog) terindikasi memiliki deposit timah hitam utama dengan kandungan mencapai 1,2 juta ton seng, 0,7 juta ton timah dan lebih dari 3 juta ons perak.
Semula Grup Bakrie melalui PT Bumi Resources Minerals Tbk memiliki 100% saham Dairi Prima dan sisanya PT Aneka Tambang Tbk sebesar 20%. Lalu, Bumi membeli sisa saham tersebut sehingga kepemilikannya menjadi 100% saham. Belakangan, Bumi melepas 51% saham Dairi Prima kepada China Nonferrous Metal Industry's Foreign Engineering and Construction Co. Ltd.