ESDM Ancam Cabut Izin Impor Badan Usaha yang Tak Jalankan B20

Katadata | Arief Kamaludin
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
1/9/2018, 08.49 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mencabut izin impor badan usaha bahan bakar minyak yang tidak menjalankan perluasan program pencampuran minyak kelapa sawit sebesar 20% (B20) pada solar non subsidi (non Public Service Obligation/PSO).  Perluasan mandatori B20 akan mulai berlaku efektif mulai hari ini, Sabtu (1/9).

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan penggunaan B20 akan mulai diperiksa sebelum mengeluarkan izin impor bahan bakar. “Kalau tidak ada surat pengadaan biodiesel, izin impor tidak akan dikeluarkan,” kata Rida di Jakarta, Jumat (31/8).

Dia pun menyebut Kementerian ESDM akan melakukan audit secara diam-diam agar badan usaha bahan bakar minyak dan bahan bakar nabati benar-benar melaksanakan kewajibannya.

(Baca : Pelonggaran Kebijakan Biodiesel B20 Selama Masa Uji 6 Bulan)

Pemantauan itu antara lain mencakup terkait standardisasi B20, pencampuran, mekanisme penyimpanan, serta prosedur penyaluran. Bahkan. Rida juga memastikan pemerintah akan terus melakukan pengawasan untuk meminimalisir masalah yang ada saat pelaksanaan.

Pengawasan implementasi B20 juga dilakukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit berkoordinasi dengan Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi).

“Kami akan lakukan pengawasan selain ada surveyor independen yang melakukan audit,” ujar Rida.

Menanggapi implementasi B20, Pertamina mengaku telah melakukan sejumlah persiapan. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan pihaknya akan memastikan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) optimal untuk dapat suplai Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dari produsen biodiesel. Tercatat, hanya 60 unit terminal dari keseluruhan 112 TBBM yang mendapatkan suplai FAME.

Adapun sebanyak 52  terminal sisanya akan dibagi menjadi beberapa klaster utama sebagai penyalur suplai dari produsen biodiesel. Nicke menyebut telah memberikan rincian alokasi kebutuhan beserta 52  titik tersebut kepada Aprobi.

“Kami ingin implementasinya berjalan lancar,” katanya.

(Baca: Pemerintah Kaji Pelonggaran Mandatori B20 untuk Freeport dan PLN)

Sebab beberapa hari sebelumnya, sejumlah perusahaan penyalur bahan bakar minyak tampak kurang siap menyambut penerapan B20. Tercatat hanya 2 perusahaan penyalur BBM yang menandatangani kontrak dengan pemasok FAME. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1936 K/10/MEM/2018, seharusnya ada 11 penyalur BBM yang menandatangani kontrak.

Adapun, perusahaan yang sudah menandatangani kontrak tersebut adalah ExxonMobil Lubricant Indonesia. ExxonMobil menandatangani kontrak dengan PT Cemerlang Energi Perkasa, PT LDC Indonesia dan PT Sinarmas Bio Energy. Dengan kontrak itu, ExxonMobil mendapat pasokan 73.050 kiloliter FAME dari tiga perusahaan tersebut.

Perusahaan lainnya yang sudah menandatangani kontrak adalah Petro Andalan Nusantara dengan PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, dan PT Multi Nabati Sulawesi dengan total pasokan biodiesel sebesar 60.000 kiloliter.

Berikut data  pengalokasian biodiesel yang diterima 11 perusahaan bahan bakar minyak:

1. PT Pertamina (persero), 595.168 kiloliter

2. PT AKR Corporindo Tbk, 120.800 kiloliter

3.PT Exxonmobil Lubricants Indonesia, 73.050 kiloliter

4. PT Jasatama Petroindo, 26.400 kiloliter

5. PT Petro Andalan Nusantara, 60.000 kiloliter

6. PT Shell Indonesia, 21.040 kiloliter

7. PT Cosmic Indonesia, 1.640 kiloliter

8. PT Cosmic Petroleum Nusantara, 4.309 kiloliter

9. PT Energi Coal Prima, 26.400 kiloliter

10. PT Petro Energy, 1.600 kiloliter

11. PT Gasemas, 10.000 kiloliter

Reporter: Michael Reily