Pemerintah Kaji Pelonggaran Mandatori B20 untuk Freeport dan PLN

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
23/8/2018, 21.21 WIB

Pemerintah mengkaji pelonggaran  kewajiban penggunaan biodiesel 20% atau mandatori B20 untuk PT Freeport Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan sektor Alat utama sistem pertahanan (Alutsista). 

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Djoko Siswanto menyatakan tiga pengguna B20 masih dalam proses  evaluasi. “Alutsista, beberapa pembangkit milik PLN, dan Freeport kemungkinan dapat relaksasi,” kata Djoko di Jakarta, Kamis (23/8).

Dia menjelaskan, Freeport tidak diwajibkan menggunakan biodiesel karena lokasi pertambangannya  yang berada di wilayah ketinggian bersuhu rendah bisa menyebabkan biodiesel mudah beku. Akibatnya, mesin tambang bisa tak bekerja maksimal. 

(Baca : Jokowi Terbitkan Revisi Perpres Mandatori B20)

“Kondisi itu yang menyebabkan Freeport berbeda,” ujarnya.

Sementara untuk perusahaan sektor tambang lainnya tetap diwajibkan menggunakan B20, lantaran kondisi industrinya yang berbeda dengan Freeport. 

Freeport rencananya akan diundang rapat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pekan depan bersama dengan PLN dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menjabarkan terkait kuota penggunaan atau kewajiban uji coba.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) untuk alokasi dan sanksi penerapan biodiesel 20% untuk sektor Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO. 

Permen ESDM yang mengatur alokasi dan sanksi dalam penerapan B20 mulai 1 September 2018 sudah diteken oleh Menteri ESDM Ignatius Jonan. Rencananya, aturan itu akan diundangkan dalam waktu dekat.

(Baca : Jokowi: Penerapan Biodiesel 20% Bisa Kerek Harga Sawit US$ 100 Per Ton)

Sementara itu, Direktur Penyaluran Dana Badang Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Edi Wibowo mengungkapkan pihaknya siap menyalurkan dana, tetapi masih menunggu Permen terbit. “Harus ada Permen supaya kami bisa kontrak dengan badan usaha,” kata Edi.