Jokowi Terbitkan Revisi Perpres Mandatori B20

Michael Reily
20 Agustus 2018, 13:27
biodiesel
Arief Kamaludin | Katadata

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018  tentang mandatori biodiesel untuk sektor Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO. Aturan yang diteken pada 15 Agustus 2018 tersebut sekaligus merevisi Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang penghimpunan dan penggunaan dana perkebunan kelapa sawit.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan perluasan mandatori biodiesel 20% (B20)  bertujuuan untuk mengendalikan permintaan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) secara global. “Mulai 1 September 2018 nanti akan berlaku,” kata Darmin di Jakarta, Senin (20/8).

Dalam revisi aturan yang baru, perluasan penggunaan B20 secara jelas tercantum dalam penyisipan ayat (1a) dan (1b) dalam pasal 18. Kedua ayat itu mengatur pembiayaan B20 untuk perluasan kepada sektor non-PSO yang awalnya hanya ditujukan kepada PSO.

Ayat (1a) tercantum bahwa harga indeks pasar bahan bakar minyak jenis minyak solar dan harga indeks pasar bahan bakar nabati jenis biodiesel. Penggunaan dana BPDP akan menutup selisih kurang antara kedua harga indeks. Sementara itu, ayat (1b) menyatakan, “Selisih kurang berlaku untuk semua jenis bahan bakar minyak jenis minyak solar.”

Darmin menjelaskan sektor PSO dari yang sebelumnya mencakup sektor transportasi,  dalam perpres yang baru penggunaannya akan mulai efektif diperluas  ke sektor non subsidi, seperti seperti sektor  perkeretaapian dan pertambangan. 

Dia menyebut produktivitas CPO masih yang tertinggi dibandingkan minyak nabati lainnya seperti minyak bunga matahari, minyak kacang kedelai, hingga minyak rapeseed. Sehingga, jika permintaan global berkurang, maka akan sangat mempengaruhi penurunan harga CPO.

(Baca : Jokowi: Penerapan Biodiesel 20% Bisa Kerek Harga Sawit US$ 100 Per Ton)

Menurutnya, di Indonesia saatini  ada lebih dari 4 juta hektare perkebunan kelapa sawit milik petani rakyat. Sehingga, apabila permintaan dunia berkurang atau ekspor sawit Indonesia terkendala hambatan dagang, maka dampaknya akan dirasakan langsung oleh para petani sawit. 

“Amerika Serikat dan Uni Eropa melakukan hambatan, bahkan India juga mengenakan bea masuk yang tinggi,” ujarnya.

Karenanya, pemerintah terus berupaya mendorong peningkatan penyerapan sawit, baik melalui perluasan mandatori B20 maupun dengan mengoptimalkan penetrasi pasar ekspor CPO ke pasar tradisional dan non-tradisional seperti ke Asia Selatan, Afrika, dan Timur Tengah.

Halaman:
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...