Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy terkait dugaan aliran dana sebesar Rp 1,4 miliar dalam kasus suap usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN-P 2018. KPK menemukan uang tersebut saat menggeledah kediaman Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono di Graha Raya Bintaro, Tangerang Selatan pada Kamis (26/7/2018).
"(Saya) ditanya soal penyitaan uang di salah satu rumah fungsionaris PPP," kata Romy di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/8).
Romy, sapaan Romahurmuziy, hari ini menjalani pemeriksaan di KPK sejak pukul 14.15 hingga 15.46 WIB. (Baca juga: KPK Kembali Panggil Ketum PPP Romahurmuziy Soal Kasus Suap RAPBN-P)
Romy mengklaim tak mengetahui bagaimana aliran dana tersebut bisa sampai ke Puji, karena selama ini Wakil Bendahara Umum PPP tak hanya bekerja untuk mengurus PPP.
Puji, kata dia, juga menjalankan usaha lain yang berada di luar domain partai. "Saya memang tidak tahu karena yang bersangkutan kan menjalankan bisnis-bisnis yang di luar urusan partai," kata Romy.
Selain dugaan aliran dana, Romy menerima 15 pertanyaan lain oleh penyidik KPK. Salah satunya terkait proses keanggotaan dan kepengurusan PPP, sehingga Puji ditunjuk menjadi salah satu fungsionaris.
(Baca juga: Kemenkeu Dukung KPK Ungkap Kasus Makelar APBN-P 2018)
Lebih lanjut, Romy menjelaskan bahwa dia ditanyai tugas dan fungsi pokok (tupoksi) serta keseharian Puji selama berada di PPP. "Kemudian apakah memang ada hal-hal di luar perintah keorganisasian partai yang pernah disampaikan atau memang menjadi inisiatif pribadi yang bersangkutan," kata dia.
Pemeriksaan terhadap Romy hari ini merupakan panggilan kedua yang dilayangkan KPK. Sebelumnya Romy diagendakan diperiksa pada pada Senin (20/8), namun dia berhalangan hadir karena berada di luar kota.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pemeriksaan terhadap Romy dilakukan untuk mendalami keterkaitannya terhadap kasus dugaan suap usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN-P TA 2018. KPK ingin mengetahui sejauh mana peran Romy.
"KPK tidak pernah panggil kalau dia tidak relevan dengan yang sedang kami dalami," kata Saut di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/8).
(Baca juga: Sri Mulyani Duga Anak Buahnya Menipu dalam Kasus Makelar RAPBN-P 2018)
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka, yakni pejabat non-aktif Kementerian Keuangan Yaya Purnomo, anggota Komisi XI DPR Fraksi Demokrat Amin Santono, Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast, dan pengusaha Eka Kamaludin.
Amin sebelumnya diduga menerima uang suap sebesar Rp 500 juta melalui Ghiast dari para kontraktor di lingkungan Pemkab Sumedang. Uang tersebut diduga sebagai bagian dari 7% komitmen fee dari dua proyek di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumedang dengan total sekitar Rp 25 miliar.
Sebanyak Rp 400 juta diberikan secara tunai kepada Amin pada 4 Mei 2018 sebelum KPK melakukan OTT. RP 100 juta diberikan Ghiast melalui transfer kepada Eka. Ada pun, Yaya diduga berperan membantu Amin meloloskan dua proyek di kabupaten Sumedang.
Salah satu proyek itu berasal dari Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di Kabupaten Sumedang senilai Rp 4 miliar. Proyek lainnya berasal dari Dinas PUPR Kabupaten Sumedang senilai Rp 21,850 miliar diduga dengan komitmen fee sebesar Rp 1,7 miliar.
Amin, Eka, dan Yaya sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Ghiast sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.