Partai Golkar tetap mengusung mantan narapidana kasus korupsi sebagai calon anggota legislatif dalam Pileg 2019. Padahal, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerbitkan larangan mencalegkan mantan narapidana kasus korupsi dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018.
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa-Sumatera-Bali DPP Partai Golkar Nusron Wahid mengatakan, ada dua kader yang berlatar mantan narapidana korupsi yang menjadj caleg. Mereka, kata Nusron, menjadi caleg di DPR dan DPRD.
"Kami memasukkan kader Partai Golkar yang secara kebetulan pernah terjerat masalah," kata Nusron di Kantor KPU, Jakarta, Selasa malam (17/7).
(Baca juga: KPU Resmi Larang Mantan Koruptor Jadi Caleg di 2019)
Nusron menilai pencalegan kedua kader Golkar tersebut sepenuhnya diserahkan ke KPU. Jika KPU menolak caleg tersebut, Golkar akan menempuh langkah banding ke Bawaslu. "Setekah banding tidak boleh, kami (akan) ganti," kata Nusron.
KPU mau pun Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu) berulangkali menyosialisasikan aturan ini kepada para pimpinan partai politik. Di antaranya dalam pertemuan antara Ketua Bawaslu Abhan dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (2/7).
Dalam pertemuan tersebut Ketua Bawaslu meminta agar pimpinan Golkar tak memasukkan eks napi korupsi dalam daftar caleg.
(Baca juga: MA: PKPU Larangan Eks Napi Korupsi Tak Boleh Bertentangan dengan UU)
Larangan pencalegan mantan koruptor tercantum dalam Pasal 4 ayat 3 dan Pasal 7 Ayat 1 huruf h PKPU Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten atau kota.
Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka partai politik tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
Pasal 7 mengatur persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota, dengan ketentuan pada butir h berbunyi: bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.
Kemudian dalam Pasal 6 ayat 1 huruf e PKPU menyatakan bahwa setiap pimpinan partai politik sesuai dengan tingkatannya menandatangani dan melaksanakan pakta integritas pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Formulir pakta integritas itu berisikan tiga poin, antara lain jika ada pelanggaran pakta integritas maka bersedia dikenai sanksi administrasi pembatalan pencalonan.
(Baca juga: Kemenkumhan Tak Setujui Rencana KPU Larang Eks Koruptor Jadi Caleg)