Partai Amanat Nasional (PAN) hendak mengusung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpasangan dengan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo sebagai pasangan calon presiden-calon wakil presiden di Pilpres 2019. Untuk itu, Ketua DPP PAN Yandri Susanto menyarankan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mundur dari bursa capres.
Yandri menyatakan mundurnya Prabowo akan mempermudah koalisi penantang Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menentukan arah politik. Hingga saat ini koalisi oposisi mengalami kebuntuan dalam menentukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Gerindra masih kukuh memperjuangkan Prabowo sebagai capres, sementara, PKS tak mau bila Anies hanya menjadi cawapres. "Yang menjadi jalan tengah bila partai politik tidak mengedepankan figur masing-masing," kata Yandri di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (12/7).
(Baca juga: Peluang Anies Hadapi Jokowi Makin Besar bila Prabowo Mundur Capres)
Baik Gatot dan Anies bukan merupakan tokoh partai politik, sehingga partai koalisi penantang Presiden Joko Widodo dapat fokus menggalang kekuatan. "Saya kira itu bisa membuat format baru koalisi," kata Yandri.
Sementara itu, pembentukan poros ketiga - di luar kubu pendukung Jokowi dan Prabowo- dianggap mustahil. Alasannya, hambatan persyaratan ambang batas presidensial sebesar 20-25%.
"Kalau poros ketiga ya memang perlu keajaiban," kata Yandri.
Sehingga PAN memilih untuk terus menjalin komunikasi dengan Gerindra, PKS, PKB, serta Demokrat dalam mencari dukungan mewujudkan usulan mereka.
Menanggapi usulan tersebut, Ketua DPP Gerindra Nizar Zahro menyatakan partainya tetap berkukuh mengusung Prabowo sebagai capres. Keputusan ini telah disepakati Gerindra dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Padepokan Garudayaksa, Hambalang, Bogor pada 11 April 2018.
"Semua kader Gerindra memutuskan Pak Prabowo dicalonkan sebagai calon presiden, bukan cawapres dan mohon maaf bukan king maker," kata Nizar.
(Baca juga: Menanti Kejutan Capres-Cawapres Jelang Pendaftaran Pilpres)
Berdasarkan survei LSI Denny JA pada periode 28 Juni-5 Juli 2018, nama Gatot dan Anies dianggap masuk jajaran pesaing kuat Jokowi, selain Prabowo. Gatot dianggap paling cocok berpasangan dengan Anies dalam Pilpres 2019, dengan elektabilitas mencapai 31,8%.
Sebelumnya, CEO Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, Anies memiliki peluang besar menghadapi Jokowi dibandingkan Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto. Namun peluang Anies tergantung dari ketidakikutsertaan Prabowo dalam ajang Pilpres.
"Anies Baswedan potensial, dia sering masuk lima besar dalam survei di tingkat pemilih nasional selain Jokowi, Prabowo dan JK," kata Djayadi, Kamis (5/7).
Djayadi mengatakan peluang Anies menjadi lebih besar bila kubu penantang Jokowi hanya mengajukan satu kandidat saja. Sehingga bila Anies maju, sebaiknya Prabowo memberikan dukungan kepadanya.
"Bila memiliki banyak calon maka tentu akan lebih sulit mengalahkan petahana dengan asumsi koalisi petahana solid," kata Djayadi.
Djayadi mengingatkan persepsi masyarakat terhadap kinerja Jokowi masih positif dan partai politik pendukungnya pun masih solid. Sehingga kubu penantang Jokowi perlu berhati-hati mengajukan calon.
"Jangan sampai mereka pecah, akan lebih mudah penantang petahana bila bersatu," kata dia.