Akuisisi Tambang Kestrel, Adaro Dapat Pinjaman US$ 1,57 Miliar

KATADATA/
PT Adaro Energy Tbk mendiversifikasi bisnisnya dengan akuisisi tambang batu bara kokas di Australia.
Penulis: Hari Widowati
31/5/2018, 13.50 WIB

PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan EMR Capital mendapatkan pinjaman sindikasi dari 11 perbankan senilai US$ 1,57 miliar untuk membiayai akuisisi tambang batu bara kokas Kestrel dari Rio Tinto. Pemerintah Australia telah memberikan lampu hijau atas akuisisi 80% saham Rio Tinto di tambang tersebut sehingga proses akuisisi diprediksi tuntas pada Agustus atau September 2018.

Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldy Thohir mengatakan, perseroan dan EMR Capital akan memenuhi 30%-40% dana akuisisi Tambang Kestrel dari kas sedangkan 60%-70% sisanya dari pinjaman bank. Porsi Adaro dalam akuisisi tersebut mencapai 48% sedangkan EMR 52% sehingga perseroan diperkirakan harus menyiapkan kas US$ 324 juta-US$ 432 juta.

Direktur Adaro Energy M Syah Indra Aman mengatakan, bank-bank yang tergabung dalam sindikasi tersebut adalah bank yang selama ini pernah memberikan pendanaan untuk Adaro, antara lain PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), ANZ Bank, dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC). "Kami targetkan financial close pada akhir Juli 2018," kata Indra, di Jakarta, Rabu (30/5). Dana tersebut harus tersedia sebelum transaksi jual beli saham Tambang Kestrel dituntaskan pada Agustus 2018.

(Baca: Adaro dan EMR Akuisisi Tambang Kestrel Rio Tinto US$ 2,25)

Perseroan melihat prospek batu bara kokas sangat cerah seiring dengan kebutuhan bahan bakar untuk pabrik baja di dunia. Saat ini perseroan telah memproduksi 1 juta ton batu bara kokas dari tambang Adaro MetCoal Companies (AMC) di Kalimantan Tengah. Jika ditambah dengan produksi batu bara dari Tambang Kestrel yang mencapai 4 juta ton maka produksi batu bara kokas perseroan akan meningkat signifikan menjadi 5 juta ton.

Batu bara kokas memiliki nilai ekonomis yang tinggi, saat ini sekitar US$ 140-US$ 150 per ton. Konsumen batu bara kokas berasal dari Tiongkok, Eropa, Jepang, India, dan Indonesia. "Ke depan kami akan fokus mengembangkan tiga pilar bisnis, yakni batu bara kokas, pembangkit listrik, dan bisnis non-batu bara, seperti air bersih. Ekspansi perseroan ke bisnis batu bara kokas dan air bersih merupakan diversifikasi lini usaha sehingga sumber pendapatan dari bisnis batu bara dan non-batu bara semakin seimbang.

Ekspansi Bisnis Listrik

Adaro juga tengah menjajaki ekspansi bisnis pembangkit listrik di beberapa negara Asean, seperti Vietnam, Myanmar, dan Bangladesh. Ekspansi ini dilandasi kondisi pasokan listrik di Tanah Air yang sudah mencukupi seiring gencarnya kampanye program 35.000 MW. Perseroan akan bermitra dengan perusahaan-perusahaan Jepang, Korea Selatan, Tiongkok maupun Thailand yang selama ini mendapatkan pasokan batu bara dari Adaro untuk proyek pembangkit listriknya di negara-negara tersebut.

"Secara business model ini menguntungkan. Misalnya, untuk proyek pembangkit listrik di Vietnam, kami memasok batu bara sekaligus mengurus pembangkit listrik dan logistiknya secara terintegrasi," ujar Boy Thohir, sapaan akrab Garibaldi Thohir. Untuk proyek-proyek di luar negeri, perseroan akan membidik pembangkit listrik dengan kapasitas di atas 100 MW agar mencapai skala ekonomi. 

 (Baca: Hingga 2019, Harga Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Maksimal US$ 70 per Ton)