Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan mantan narapidana kasus korupsi memiliki hak untuk mencalonkan diri dalam pemilu legislatif. Meski begitu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkukuh tetap melarang mantan narapidana korupsi menjadi calon legislatif.
"Kami sudah putuskan bahwa kami tetap seperti demikian, mantan terpidana korupsi tidak dapat menjadi caleg," kata Komisioner KPU Viryan ketika dihubungi Katadata.co.id, Rabu (30/5).
Viryan mengatakan, keputusan untuk tetap menerbitkan larangan tersebut karena melihat kepentingan yang lebih besar. Selama ini KPU melihat korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan dapat merugikan masyarakat.
(Baca juga: KPU Klaim Berwenang Terbitkan Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg)
KPU sebelumnya juga menyatakan bahwa pembentukan peraturan yang melarang napi korupsi ini telah sesuai kewenangan yang dimiliki lembaganya. Rujukannya sesuai putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016 pada Juli 2017 yang menyebutkan bahwa KPU merupakan lembaga independen.
Viryan mengatakan, rancangan peraturan pelarangan mantan narapidana korupsi ikut Pileg akan disampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM pada pekan ini. Alasannya, pembahasan larangan dalam Peraturan KPU (PKPU) sudah selesai.
"Pembahasan terakhir sudah dilakukan kemarin. Kami masukkan ke Kemenkumham, diundangkan. Mungkin hari ini ya," kata Viryan.
Sebelumnya Jokowi menyatakan konstitusi telah menjamin pemberian hak kepada seluruh warga negara berpolitik, tak terkecuali mantan narapidana korupsi. Dia pun meminta agar KPU menelaah kembali wacana pelarangan itu.
"KPU bisa saja mungkin membuat aturan misalnya boleh ikut tapi diberi tanda 'mantan koruptor'," kata Jokowi di Universitas Uhamka, Jakarta Timur, Selasa (29/5).
(Baca juga: Parpol Dikritik Tolak Larangan Caleg dari Mantan Napi Kasus Korupsi)
Selain Jokowi, seluruh fraksi di DPR telah menyatakan menolak wacana pelarangan mantan narapidana korupsi ikut Pileg. Penolakan ini telah disepakati DPR bersama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/5).
Mereka beralasan jika wacana peraturan baru tersebut akan bertentangan dengan Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. DPR, Kemendagri, dan Bawaslu mengklaim tak ingin KPU menghadapi berbagai gugatan lantaran menerbitkan PKPU larangan mantan narapidana korupsi ikut Pileg.
Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali mengatakan, KPU masih bisa mewujudkan pemilu berintegritas dengan caleg bebas korupsi melalui cara lain. Amali mengusulkan hal tersebut bisa dilakukan dengan pembuatan surat edaran KPU kepada seluruh partai peserta pemilu.
Jika ada partai yang bersikukuh mencalonkan mantan narapidana koruptor, KPU dapat mengumumkan status caleg. Pengumuman tersebut dapat dilakukan melalui media massa.
Sementara itu KPU mendapata dukungan dari beberapa lembaga non-pemerintahan. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz mendukung aturan KPU karena pelarangan narapidana korupsi sebagai caleg akan memperbaiki proses seleksi di partai politik.
Selama ini proses rekrutmen caleg di partai politik bermasalah karena tak menggunakan rekam jejak menjaring caleg. "Gagasan ini sebenarnya menawarkan konsep (sistem rekrutmen) kepada partai yang lebih positif," kata Donal, beberapa waktu lalu.
(Baca juga: KPU Pertimbangkan Diskualifikasi Calon Kepala Daerah Tersangka KPK)
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan banyak partai yang mengklaim bahwa mereka menjaring orang-orang yang berintegritas dan tak terlibat kasus korupsi. Namun, dalam praktiknya hal tersebut tak terbukti.
Berdasarkan data ICW, setidaknya terdapat 59 anggota DPR dan DPRD terpilih dalam Pileg 2014 berstatus hukum tersangka, terdakwa, dan terpidana korupsi.
"Jadi apa yang diatur oleh KPU, dia mengatur seleksi yang selama ini dilakukan partai politik," kata Titi.
Titi juga menilai wacana larangan mantan napi kasus korupsi menjadi caleg dapat diterapkan bagi calon presiden dan calon wakil presiden. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.