PT Pertamina menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) hari ini. RUPS ini hanya membahas kinerja dan pembagian dividen, tanpa ada pembahasan soal kekosongan direktur utama holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Dua pekan lalu, Pertamina baru saja melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) dengan merombak jajaran direksi. Menteri BUMN mencopot Empat direksi dan direktur utama perseroan. Keempat direksi digantikan dengan nama-nama baru. Sementara posisi direktur utama kosong dan Direktur SDM Nicke Widyawati merangkap sebagai pelaksana tugas.
RUPS hari ini pun tidak mengangkat direktur utama defintif. "Hanya fokus membahas kinerja tahunan saja," kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno kepada Katadata.co.id pada Rabu (2/5).
Pemerintah sebagai pemegang saham menyetujui Pertamina membagikan dividen sebesar Rp 8,5 triliun. Nilai ini merupakan 24 persen dari total laba yang diatribusikan perusahaan tahun lalu, yakni US$ 2,54 miliar atau sekitar Rp 35,42 triliun.
(Baca: Rini Copot Elia Massa Manik dan Empat Direktur Pertamina)
Perolehan laba tahun lalu turun 23 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Salah satu faktor yang membuat laba ini turun karena harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia yang naik. Sepanjang 2017, realisasi rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) mencapai US$ 51,17 per barel. Asumsi ICP berdasarkan Rencana Kerja Perseroan 2017 adalah US$ 48 per barel.
Selain itu, RUPS menyetujui laporan pendapatan 2017 yang telah diaudit naik 18 persen, menjadi US$ 42,96 miliar, dibandingkan pendapatan 2016 yang sebesar US$36,49 miliar. Pertumbuhan pendapatan dipicu oleh naiknya penjualan minyak mentah dan produk baik di dalam negeri maupun ekspor.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, 2017 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi Pertamina. Profil keuangan perusahaan masih dipengaruhi oleh tren kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar.
“Kami fokus menjalankan komitmen proyek strategis dan meningkatkan efisiensi di segala lini, sehingga Pertamina tetap dapat mencatatkan kenaikan pendapatan perseroan,” kata Nicke. (Baca: Enam Alasan Pencopotan Direksi Pertamina)
Dia menjelakan secara umum kinerja operasional perusahaan juga membukukan pertumbuhan. Produksi migas sekitar 7 persen, menjadi 693 MBOEPD. Pertumbuhan ini didukung terutama dari produksi lapangan Banyu Urip dan naiknya produksi ladang luar negeri Pertamina.
Pertamina pun mampu meningkatkan produksi panas bumi (geothermal) hingga 27 persen menjadi 3.900 GWh, karena beroperasinya PLTP Ulubelu Unit 3 dan Unit 4, serta Kamojang. Pada pengolahan minyak, hasil keuntungan produk bernilai tinggi meningkat 1 persen menjadi 78,1 persen dengan volume 253,4 MMBbl (juta barel).
Dalam hal pemasaran volume penjualan konsolidasi turun 1 persen menjadi 85,88 juta kiloliter (KL). Rinciannya, volume premium penugasan dan Jawa-Madura-Bali (Jamali) berkontribusi 12,31 juta KL, naik 12 persen dari periode sebelumnya. Sedangkan, penjualan LPG PSO naik 2 persen menjadi 11,21 juta KL.
“Sebagai BUMN migas, Pertamina akan menjalankan perannya dalam distribusi BBM, menjaga availability, affordability dan accessibility ke seluruh masyarakat Indonesia,” kata Nicke.
(Baca: Jonan Sindir Kementerian BUMN yang Sering Ganti Direksi BUMN)