Kontrak Habis, Pemerintah Terapkan Skema Gross Split di Blok Rokan

Arief Kamaludin|KATADATA
Suasana North Processing Unit (NPU) wilayah kerja Blok Mahakam di Kutai Kartanegara, Minggu (31/12). Pertamina resmi mengambil alih pengelolaan Blok Mahakam dari Total E&P Indonesie mulai 1 Januari 2018.
9/4/2018, 20.15 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menerapkan skema bagi hasil gross split pada pengelolaan Blok Rokan. Secara efektif, pengganti skema production sharing contratc (PSC) -yang memunculkan penggantian biaya operasi (cost recovery)- ini berlaku mulai 2021 begitu kontrak blok tersebut berakhir.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, hingga 2021, kontrak Blok Rokan genap berusia 50 tahun. Selama masa kontrak itu, Chevron sebagai operator blok Rokan sudah memperpanjang kontrak selama 20 tahun. Alhasil, pada 2021, blok Rokan menjadi kontrak baru. “Kami akan ganti dengan gross split,” kata Arcandra di Jakarta, Senin (9/4).

Saat ini, Chevron telah mengajukan proposal perpanjangan kontrak blok tersebut kepada pemerintah. Proposalnya masih dievaluasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi/SKK Migas. (Baca juga: Kontrak Gross Split Blok Andaman I dan II Resmi Diteken).

Menurut Arcandra, ada beberapa hal yang menjadi penilaian pemerintah dalam mengevaluasi proposal Chevron. Pertama, komitmen investasi Chevron dalam mengembangkan blok Rokan. Kedua, program kerja yang akan dilakukan Chevron untuk mempertahankan produksi.

Selanjutnya terkait nilai komitmen pasti selama tiga tahun pertama kontrak. Keempat, penerimaan negara dari kontrak baru Blok Rokan. Dan kelima, bonus tanda tangan yang akan diberikan Chevron kepada pemerintah. Penerapan semua indikator tersebut yang sedang dinilai.

Selain Chevron, pemerintah juga membuka kesempatan kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengajukan proposal. Hal ini karena Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki hak juga untuk mengelola blok yang kontraknya berakhir. (Baca pula: DPR Minta Pemerintah Tinjau Kembali Skema Kontrak Gross Split).

Jika mengacu Peraturan Menteri Nomor 15 tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya, kontraktor bisa mengajukan perpanjangan paling cepat 10 tahun dan paling lambat dua tahun. Ada tiga opsi untuk pengelolaan yang diatur di Permen tersebut, yakni ditawarkan kepada Pertamina, diperpanjang, atau pengelolaan bersama. Adapun keputusan pengelolaan blok Rokan ditetapkan Kementerian ESDM.

Dihubungi secara terpisah, Senior Vice President Policy, Government & Public Affairs Chevron Indonesia Yanto Sianipar mengatakan pihaknya masih mendiskusikan perpanjangan kontrak di Blok Rokan dengan pemerintah. Sayangnya, ia belum mau merinci poin-poin yang didiskusikan. “Chevron tidak membicarakan secara publik proses diskusi yang sedang berjalan dengan pemerintah, termasuk mengenai rencana investasi,” kata Yanto kepada Katadata.co.id, Senin (9/4).

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Djoko Siswanto pernah mengatakan Chevron harus menggunakan skema gross split di kontrak baru. Kalau tidak memakai skema baru tersebut, penawaran proposal Chevron akan ditolak. (Lihat juga: Besok, Kontrak Gross Split Blok Migas Hasil Lelang Tahun Lalu Diteken).

Sementara itu, Senior Vice President Upstream Business Development Pertamina Denie Tampubolon belum bisa memastikan perusahaannya akan mengajukan proposal minat pengelolaan Blok Rokan. Pertamina masih memproses pembukaan ruang data yang dimulai pada pekan ini. Yang pasti, perusahaan migas negara itu pernah menyatakan ketertarikannya untuk mengelola blok tersebut mengingat cadangannya masihbesar.

Blok Rokan menjadi salah satu penopang produksi siap jual (lifting) minyak nasional. Sepanjang 2017 tercatat lifting minyak Blok Rokan mencapai 224,3 ribu barel per hari (bph), capaian ini sebesar 97,9 persen dari target APBNP 2017.

Reporter: Anggita Rezki Amelia