Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) mencabut gugatan atas Surat Keputusan Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D Reklamasi Teluk Jakarta. Pencabutan gugatan ini karena objek gugatan tak sesuai dengan SK HGB yang berlaku.
Bila persidangan dilanjutkan, hakim kemungkinan akan menolak gugatan ini. "Nanti bisa berimplikasi gugatan akan ditolak (hakim) karena SK (terbaru) bukan yang kami gugat. Kalaupun kami menang, SK itu tidak bisa dieksekusi," kata kuasa hukum KSTJ Nelson Simamora di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (28/3).
Nelson mengatakan, revisi atas SK HGB Pulau D dilakukan secara diam-diam. Pihaknya baru mengetahui bahwa SK tersebut direvisi ketika mendengar jawaban dari BPN Jakarta Utara dan PT Kapuk Naga Indah (KNI) saat persidangan sengketa HGB di PTUN pada Rabu (7/2).
(Baca juga: BPN Pernah Revisi SK HGB Pulau D, Sengketa di PTUN Jadi Tidak Relevan)
Kuasa hukum BPN Jakarta Utara Haidir Bya dan kuasa hukum PT KNI Herman Zakaria menyetujui pencabutan gugatan. Meski begitu, penetapan atas pencabutan gugatan dari Majelis Hakim PTUN baru bisa dilakukan pekan depan.
"Kami menunggu dulu surat pencabutannya. Setelah ada surat pencabutannya baru sikap majelis, walaupun secara lisan di persidangan pada hari ini dia (pihak tergugat) sudah menyataan bahwa tidak keberatan," kata Ketua Majelis Hakim Adhi Budhi Sulistyo.
Koalisi berencana akan menindaklanjuti dengan menggugat SK HGB Pulau D terbaru dengan Nomor 1697/HGB/BPN-09.05/2017. Nelson mengatakan, revisi SK HGB menunjukkan seolah pemerintah main-main dalam menerbitkan SK HGB. Sebab revisi tersebut tak hanya mengubah nomor surat, melainkan juga substansi SK HGB.
Salah satu substansi itu dengan ditambahkannya Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E sebagai pertimbangan penerbitan SK HGB. Padahal, Nelson menilai Pergub DKI itu sendiri bermasalah karena dua Raperda mengenai reklamasi saat ini belum juga disahkan.
(Baca juga: Protes ke Pengembang, Konsumen Properti Reklamasi Ditahan Polisi)
Selain itu, tanggal diajukannya permohonan SK HGB juga berubah. Dalam SK HGB Pulau D yang lama, disebutkan bahwa pengajuan permohonan dilakukan pada 23 Agustus 2017, bersamaan dengan diterbitkannya SK HGB tersebut.
Sementara dalam SK HGB terbaru Nomor 1697/HGB/BPN-09.05/2017, pengajuan permohonan dilakukan pada 14 Agustus 2017. Adapun, laporan konstatasi (constatering report) dalam SK HGB terbaru juga berubah dari sebelumnya tertanggal 24 Agustus 2017.
"Jadi tanggal constatering report itu tadinya 24 Agustus 2017. Sudah diterbitkan baru keluar constantering report," kata Nelson.
(Baca juga: Menteri Sofyan Djalil Klaim Tak Dapat Batalkan HGB Reklamasi Jakarta)
Nelson mengatakan, berbagai hal tersebut akan menjadi argumen tambahan dalam gugatan baru yang akan dilayangkan KSTJ. Menurutnya, hal tersebut akan semakin menguatkan dalil bahwa SK HGB layak dicabut.
"Kami akan kritisi soal perubahan SK yang lama dengan yang baru. Bahwa SK ini dibuat secara tidak serius dan asal-asalan," kata Nelson.
Rencananya, gugatan anyar KSTJ akan dimohonkan pekan depan. Nelson mengatakan, hal ini dilakukan segera agar objek sengketa yang akan digugat tak lekas kadaluwarsa.
Nelson mengatakan, batas perhitungan kadaluwarsa untuk mengajukan sengketa dihitung sejak pihaknya mengetahui adanya SK HGB terbaru. Artinya, masih ada waktu dua bulan lagi untuk KSTJ bisa mengajukan sengketa.