Sejumlah organisasi nirlaba yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan penghentian swastanisasi air minum yang dijalankan PAM Jaya dengan pihak swasta yaitu PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonaise Jaya (Palyja). Koalisi masyarakat meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghentikan restrukturisasi kontrak air antara PAM Jaya dengan swasta.
Direktur PAM Jaya bersama dengan pihak swasta sedang merumuskan restrukturisasi kontrak menjelang berakhirnya perjanjian pengelolaan air dengan dua pihak swasta.
"Bukan justru melanjutkan swastanisasi air dengan dalih merevisi kerjasama sampai masa kontrak berakhir," kata pengacara publik LBH Jakarta Arif Maulana yang juga tergabung dalam KMMSAJ melalui keterangan tertulisnya, Kamis (22/3).
(Baca juga: Pengelolaan Air Bersih Jakarta Bakal Pindah dari Swasta ke Pemprov)
Putusan MA tersebut telah menyatakan bahwa para tergugat yang terdiri dari Aetra, Palyja, PAM Jaya, juga presiden, wakil presiden, menteri keuangan, menteri pekerjaan umum, dan DPRD DKI Jakarta telah melakukan perbuatan melawan hukum. Mereka menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta dalam wujud Pembuatan Perjanjian Kerjasama (PKS) tertanggal 6 Juni 1997 yang diperbaharui dengan Perjanjian Kerjasama (PKS) tanggal 22 Oktober 2001.
"Karena telah terang dan jelas dalam putusan dan MA, para tergugat harus segera hentikan swastanisasi air di Jakarta dan mengambilalih untuk kepentingan publik tanpa menunggu," kata Arif.
Rencana restrukturisasi kontrak air sempat disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno saat bertemu dengan Wakil Walikota Paris Anne Le Start Bidang Air, Sanitasi dan Pengelolaan Air, pertengahan Februari lalu. Sandiaga mengatakan provinsi DKI Jakarta menyiapkan rencana memberikan akses air bersih yang lebih baik ke rakyat miskin.
Restrukturisasi kontrak pengelolaan air minum Jakarta ini telah disiapkan sejak era Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful. PAM Jaya bersama dua perusahaan swasta air minum yakni Palyja dan Aetra menandatangani rencana restrukturisasi pada 25 September 2017.
Ketika itu rencana restrukturisasi sebagai langkah persiapan menjelang berakhirnya kontrak antara perusahaan swasta dengan pemerintah provinsi Jakarta pada 2023. Dengan restrukturisasi ini, pemerintah provinsi tak akan menghentikan perjanjian sebelum kontrak berakhir.
(Baca: MA Batalkan Privatisasi Air Jakarta, Pengusaha Tunggu Langkah Pemprov)
Arif menilai pengelolaan air oleh negara adalah kunci menjamin hak asasi warga atas air sebagai sumber kehidupan dan aset publik milik bersama. "Kepentingan publik merupakan prioritas utama dalam pengelolaan air. Oleh karena itu masyarakat harus terlibat menentukan bagaimana air akan dikelola, baik terkait alokasi maupun pengusahaan. Ruang partisipasi harus dibuka," kata Arif.
KMMSAJ meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk fokus dan segera mengambil langkah strategis untuk mengembalikan pengelolaan air Jakarta. Langkah dan perencanaan yang disusun pun harus berdasarkan target waktu dan indikator capaian yang dapat diukur.
Langkah itu harus pula berpegang pada prinsip good governance, khususnya transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. Menurut Arif, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mencabut Surat Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 3126/072 tertanggal 24 Desember 1997. Anies juga diminta memutus kontrak kerja sama antara PAM Jaya dengan Aetra dan Palyja.
Arief menekankan agar Anies melaksanakan pengeloalan air di DKI sesuai prinsip dan nilai-nilai hak asasi atas air. Anies pun harus memastkan akses air bagi masyarakat miskin kota, khususnya perempuan dan masyarakat pesisir.
"Di antaranya dengan mengubah total tata kelola air bersih atau air minum perpipaan dengan menghapus korporatisasi layanan dan menjadikannya kembali sebagai dinas atau membentuk Perumda dengan alokasi dana khusus dari APBN/APBD," kata dia.
(Baca: Selain Astra, Kini Salim 'Menguasai' Bisnis Air Bersih di Jakarta)
Anies juga diminta membentuk tim independen untuk mengawal secara komprehensif dan sistematik transisi pengambilalihan pengelolaan air Jakarta. Tim tersebut, lanjut Arif, harus melibatkan unsur masyarakat siil, Pemprov, akademisi.
"Harus memulai langkah dengan evaluasi dan audit komprehensif secara transparan dan akuntabel terhadap implementasi serta dampak swastanisasi pengelolaan air di Jakarta yang selama ini berlangsung," lanjutnya.
Selanjutnya, Anies diminta membentuk lembaga dan mekanisme pengawasan pengelolaan air oleh publik. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan komunitas lokal melalui komite air lokal. "Yang memastikan keterwakilan perempuan dan kelompok marjinal lainnya dalam kelembagaan," kata dia.
Terakhir, Anies diminta untuk melibatkan masyarakat, termasuk perempuan dan kelompok marjinal di dalam setiap perencanaan dan pengawasan pengelolaan air. Menurut Arif, semua rencana pengeloalaan wajib dikonsultasikan kepada publik secara substantif.
"Dengan mempertimbangkan dan melampirkan pendapat publik, termasuk perempuan dan kelompok marjinal lainnya dalam setiap konsultasi publik tersebut," tambahnya.