Rentan Jadi Alat Kriminalisasi, RUU KUHP Disebut Libatkan Masyarakat

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Suasana sidang paripurna.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
14/2/2018, 19.38 WIB

Taufiqulhadi menyebut mereka mengancam jika klausul itu tidak dimasukkan maka RUU KUHP tak boleh disahkan. Sementara, ada pula elemen masyarakat yang menyebut jika pidana perzinaan tak boleh dimasukkan dalam RUU KUHP karena rentan mengkriminalisasi masyarakat.

"Kami mencari jalan terbaik, merangkum semua perspektif kemudian membuat dalam norma yang bisa diterima. Zina itu adalah dia harus jadi delik aduan," kata Taufiqulhadi.

Taufiqulhadi menilai masyarakat seharusnya tak menghambat proses pembahasan RUU KUHP dengan menyebut draf aturan tersebut buruk. Sebab, aturan ini udah cukup lama dibahas oleh DPR dan pemerintah namun tak kunjung selesai.

Arsul menambahkan, DPR maupun pemerintah tidak bermaksud melakukan kriminalisasi atau menghambat kebebasan berekspresi masyarakat dan pers melalui RUU KUHP.  DPR hanya ingin menempatkan masyarakat dan pers sesuai dengan kultur Indonesia yang penuh sopan santun ketika melakukan kritik.

"Tidak perlu menggunakan kata bodoh, tolol, goblok. Bisa diganti dengan kata lain tapi pesannya sampai, bahwa DPR atau pemerintah keliru," kata Arsul.

(Baca juga: KPK Soroti Kejanggalan Tak Bisa Usut Korupsi Sektor Swasta di KUHP)

Arsul pun membuka peluang agar elemen masyarakat yang mengkritik RUU KUHP ikut memberikan masukan. Sebab, ia mengakui rumusan RUU KUHP saat ini belum final dan masih berpeluan direvisi. "Ini kan masih dalam tahap pembahasan. Belum diketok," kata dia.

Hanya saja, ia meminta agar masukan tersebut tak lagi sekadar berbentuk wacana. Nantinya, lanjut Arsul, elemen masyarakat langsung memberikan rumusan alternatif terhadap pasal yang dikritik. Arsul menyebut elemen masyarakat bisa melakukan hal tersebut dengan mengajukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) kepada Komisi III DPR.

"Yang digunakan adalah 'Pak, kalau pasalnya seperti itu kami terancam, oleh karena itu kami usulkan rumusan alternatif," kata Arsul.

Halaman: