Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini melantik dua menteri kabinet di Istana Negara, Jakarta. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dilantik sebagai Menteri Sosial dan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko menjabat Kepala Staf Presiden (KSP).
Sementara itu, Jokowi memutuskan tak mengganti posisi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Jokowi beralasan, Airlangga tak perlu diganti karena masa jabatannya menteri di kabinetnya hanya tersisa sekitar satu tahun dan apabila diganti orang lain akan mengganggu kinerja kabinet.
"Bila ditaruh orang baru, ini belajar ini paling tidak enam bulan, kalau tak cepat bisa setahun untuk menguasai itu," kata Jokowi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (17/1).
(Baca: Jokowi Lantik Idrus Marham Jadi Mensos, Moeldoko Gantikan Teten)
Jokowi mengatakan Airlangga merupakan sosok yang sangat menguasai tugas di Kementerian Perindustrian. "Pak Airlangga itu betul-betul menguasai dan mengerti betul baik yang berkaitan mengenai konsep makro industri di negara kita, dengan menyiapkan strategi industri hilirisasi ke depan seperti apa," kata Jokowi.
Jokowi menekankan jabatan Menteri Perindustrian tidaklah mudah. "Jangan sampai tinggal waktu seperti ini kita ubah dan yang baru akan belajar, belajar lebih.Kementerian (perindustrian) juga tidak mudah," kata dia.
Sebelum mengumumkan perombakan kabinet, dikabarkan sempat terjadi pembahasan alot terkait posisi Airlangga. Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga pernah rangkap Ketua Umum Golkar sekaligus wakil Presiden RI dalam periode 2004-2009, mendukung Airlangga tetap berada di kabinet.
Dalam beberapa kali kesempatan Kalla menjelaskan pekerjaan sebagai menteri akan dapat dibagi dengan tugas sebagai pimpinan partai, tanpa mengorbankan salah satu pekerjaan."Kalau ketua Golkar sepengalaman saya urusannya (dapat dikerjakan) malam, jadi tidak menganggu waktu kerja (di kabinet)," kata Kalla.
(Baca: Kalla Beri Sinyal Airlangga Hartarto Akan Bertahan di Kabinet)
Di masa awal pemerintahannya, Jokowi pernah melarang menteri merangkap jabatan. Ketika itu Jokowi mengatakan rangkap jabatan akan mengganggu kinerja di pemerintahan. Sehingga saat Jokowi-JK mengumumkan formasi Kabinet Kerja pada 27 Oktober 2014, beberapa menteri yang memiliki posisi pemimpin di partai politik, melepaskan jabatan di parpol.