Calon Tunggal dalam Pilkada 2018 Diprediksi Meningkat

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
2/1/2018, 20.22 WIB

Kehadiran calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) diprediksi memiliki kecenderungan menguat pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun ini. Hal ini sudah terlihat dari adanya kenaikan calon tunggal dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2015 terdapat 3 daerah yang memiliki calon tunggal dari total 269 Pilkada, kemudian naik menjadi 9 daerah dari 101 Pilkada tahun lalu.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan potensi tersebut makin terlihat karena konstelasi dukungan partai politik di beberapa daerah masih belum jelas terbentuk. Dia berharap partai politik menyajikan kader terbaik dalam helatan politik daerah tahun ini.

"Kemungkinan angka calon tunggal  naik sangat besar," kata dia dalam diskusi di Jakarta, Senin (2/1). (Baca: Golkar Minta Khofifah Kaji Ulang Pendampingnya di Pilgub Jatim)

Perludem menyoroti fenomena bahwa 90 persen calon tunggal dalam Pilkada sebelumnya, berkorelasi dengan petahana. Salah satu contoh di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, di mana calon tunggal Bupati merupakan anak Gubernur Kalimantan Barat. Adapun Wakil Bupati Landak yakni Herculanus Heriadi merupakan Bupati Landak 2011 - 2016.

Selain Landak, daftar calon tunggal serupa terjadi di Tulang Bawang Barat, Pati, Buton, Tambrauw, serta Kota Tebing Tinggi, kota Sorong, serta Kota Jayapura. Menurut Titi, ini merupakan anomali, tidak seperti di negara lain, di mana calon tunggalnya rata-rata terjadi di daerah yang memiliki lanskap demografis kecil. Dia mencontohkan Inggris, karena banyak daerah kecil dan pemilihnya tidak signifikan, maka partai politik tidak terlihat eksistensinya.

(Baca: Usung Sudirman Said di Pilkada Jateng, Prabowo Bebaskan Sosok Cawagub)

Hal ini yang menjadi alasan Perludem beranggapan bahwa maraknya calon tunggal dipengaruhi oleh partai politiknya. Pilkada seharusnya menjadi ajang ketangguhan partai politik dalam mengukur daya tarung, baik dalam kelembagaan partai, maupun merebut pengaruh antar pemilih.

"Tapi saat ini malah disederhanakan sebagai panggung transaksi politik," ujar dia. (Baca: Ridwan Kamil Batal, Golkar Lirik Duet Dedi Mulyadi-Deddy Mizwar)

Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afiduddin mengatakan sedikit pasangan yang bertanding sebenarnya sah-sah saja. Namun, hal ini tidak baik untuk iklim demokrasi, lantaran masyarakat tidak memiliki banyak pilihan politik.

Hal ini dikatakan Afif dalam mengevaluasi kemungkinan adanya calon tunggal pada Pilkada 2018 mendatang. Dia menyoroti munculnya calon tunggal dikarenakan faktor alami seperti popularitas si calon yang tidak tertandingi atau ada faktor lain. "Karena potensi partisipasi (masyarakat) memilih juga jadi menurun," kata dia.