Merasa Tak Langgar Aturan, Pemprov DKI Siap Hadapi Gugatan HGB Pulau D

Arief Kamaludin|KATADATA
Aktivitas pembangunan di Pulau D, sebelum moratorium diberlakukan.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
23/11/2017, 20.49 WIB

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih menjatuhkan sanksi administratif berupa penghentian sementara seluruh kegiatan PT Kapuk Naga Indah pada Pulau 2B (C) dan Pulau 2A (D) di pantai Utara Jakarta melalui SK Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan Nomor: SK. 354/MenLHK/Setjen/Kum.9/5/2016 tanggal 10 Mei 2016.

Kedua, Pemberian HGB dianggap cacat hukum karena tidak memiliki Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), tidak memiliki Peraturan Daerah rencana Zonasi Wilyah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan tidak memiliki rencana tata ruang kawasan Strategis Pantai Utara. Padahal, aturan tersebut dianggap sebagai dasar penting proses perizinan reklamasi dan pemamfaatan lahannya.

 (Baca: HGB Pulau Reklamasi Selesai Satu Hari, Sofyan Djalil: Kami Revisi)

Ketiga, KSTJ menuding pemberian HGB hanya untuk kepentingan dan menguntungkan bisnis PT Kapuk Naga Indah (PIK). Menurut KSTJ, tidak ada kepentingan sosial atau kepentingan umum dalam penerbitan HGB tersebut.

"Hal ini bertentangan dengan UU Pokok Agararia yang menyatakan keberadaan tanah difungsikan untuk kepentingan sosial," kata Tigor Hutapea, salah satu anggota Koalisi.

Keempat, Pemberian HGB tidak didasarkan kepada UU No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilyah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, UU No 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan. Alhasil, hal tersebut akan berimbas kepada lingkungan ekosistem teluk Jakarta dan kehidupan nelayan.

Kelima, Pemberian HGB dinilai terlau cepat. KSTJ mencatat bahwa permohonan HGB diajukan PT Kapuk Naga Indah pada tanggal 23 Agustus 2017 dan pada hari itu juga langsung diterbitkan SK HGB.

Koalisi pun menuding adanya akal-akalan dalam pertimbangan surat keputusan yang terbit tanggal 23 Agustus 2017 itu. Dalam surat keputusan tersebut terdapat alasan penerbitan didasarkan pemeriksaan fisik lokasi pulau D yang dilakukan pada tanggal 24 agustus 2017.

"Sangat aneh surat keputusan yang terbit pada tanggal 23 Agustus 2017, namun mencantumkan pemeriksaan fisik lokasi pada tanggal 24 Agustus 2017," lanjutnya.

Sebelum mengajukan gugatan ke PTUN, Koalisi telah mengajukan keberatan atas penerbitan HGB ke Menteri Agraria Tata Ruang. Koalisi juga telah melaporkan ke Ombudsman dan saat ini masih dalam proses pemeriksaan. "Kami lakukan gugatan ini sebagai langkah hukum agar reklamasi dihentikan," kata Tigor.

(Baca: KPK: BPN Terburu-buru Terbitkan Sertifikat Reklamasi Pulau C dan D)

Halaman: