Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, Setya Novanto tak akan lagi menjabat sebagai Ketua DPR RI. Keputusan menarik Setya Novanto dari jabatannya di kursi parlemen akan dibicarakan dalam rapat yang digelar hari ini.
Alasannya, Setya Novanto yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tengah mendekam dalam Rumah Tahanan Kelas 1 Cabang KPK, Jakarta. Sehingga, dinilai tak lagi dapat menjalankan tugasnya.
"Hari ini pasti kami putuskan untuk menarik Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR," kata Nurdin di DPP Golkar, Jakarta, Selasa (21/11).
(Baca: Ditahan KPK, Setya Novanto Siap Lepas Jabatan Ketua Umum Golkar)
Menurut Nurdin, Golkar menerapkan azas praduga tak bersalah terhadap proses hukum yang menimpa Novanto. Kendati, partai berlambang beringin itu tak bisa mengorbankan kepentingan yang lebih besar.
Nurdin mengatakan, Ketua DPR merupakan jabatan politis yang sangat strategis. Hal tersebut berkaitan dengan proses budgeting, pengawasan, dan legislasi.
"Sementara kami tidak mungkin membiarkan DPR sekalipun misalnya ada mekanisme dengan wakil ketua yang bisa melaksanakan," kata Nurdin.
Keputusan mencabut Novanto dari kursi Ketua DPR nantinya diserahkan kepada rapat pleno DPP Golkar. Nurdin mengatakan, kewenangan untuk menurunkan Novanto berada di tangan para kader Golkar.
"Mudah-mudah teman-teman ini menyetujui untuk menarik Setya Novanto dari Ketua DPR," kata Nurdin.
(Baca juga: Setnov Ditahan, Airlangga Bertemu Luhut dan Jokowi di Istana)
Adapun, Golkar masih belum menentukan siapa yang akan menggantikan Novanto. Namun, dia yakin bangak kader Golkar yang potensial menduduki posisi tersebut. "Jadi tidak usah dikhawatirkan. Ada figur yang potensial dan kredibel untuk menjadi Ketua DPR," kata Nurdin.
Selain akan membahas masalah Ketua DPR, rencananya dalam rapat pleno juga akan dibahas siapa yang akan menjadi Pelaksana Tugas Ketua Umum Golkar. Golkar juga akan membahas perihal pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Novanto saat ini telah ditetapkan kembali sebagai tersangka oleh KPK pada Jumat (10/11). Novanto kembali dijerat dalam kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
Dalam kasus ini, Novanto diduga bersama-sama melakukan korupsi dengan Anang, Andi Narogong, Irman, dan Sugiharto dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Novanto pun diduga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.
Dia diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket KTP elektronik tahun 2011-2012 pada Kemendagri. Setya Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Setya Novanto kini menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Kelas 1 Cabang KPK, Minggu (19/11) malam. Novanto dipindahkan setelah penahanannya dibantarkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Pemindahan Novanto ke Rutan KPK karena sudah tidak dibutuhkan lagi rawat inap. Hal ini didasari dari laporan pemeriksaan medis terhadap Novanto, baik dari RSCM maupun Ikatan Dokter Indonesia.