Kominfo Jamin Kerahasiaan Data Pribadi dalam Registrasi Kartu Prabayar

Katadata | Arief Kamaludin
Ilustrasi. Kominfo menerapkan registrasi kartu prabayar berdasarkan Peraturan Menkominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
19/10/2017, 17.52 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan aturan registrasi kartu prabayar tidak akan mengancam hak privasi warga negara. Alasannya, tiap operator yang melakukan validasi diwajibkan menjaga kerahasiaan data pribadi konsumen.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kemenkominfo Noor Iza mengatakan, kewajiban tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Selain itu, Noor juga menuturkan kewajiban itu berdasarkan standar ISO 27001 untuk perlindungan data.

"Jadi dengan dua aturan itu sudah bisa dijamin kalau nantinya tidak akan ada pelanggaran hak privasi warga negara," kata Noor ketika dihubungi Katadata, Kamis (19/10). (Baca: Registrasi Kartu Prabayar Dinilai Mengancam Hak Privasi Konsumen)

Noor menuturkan, masyarakat tak perlu khawatir dengan adanya aturan registrasi kartu prabayar. Sebab aturan ini justru dilakukan untuk kenyamanan masyarakat. "Untuk terhindar dari hal negatif," ucap Noor.

Lagipula, kata Noor, data pribadi yang diambil untuk registrasi bukanlah data baru. Noor memastikan data tersebut sudah ada di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.

"Jadi kita tidak mengumpulkan data dari pelanggan macam-macam," kata Noor. (Baca: Kominfo Mulai Sosialisasi Pendaftaran Kartu Seluler, Begini Caranya)

Vice President Corporate Communication ‎PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Adita Irawati mengatakan, pihaknya menjamin kerahasiaan data pribadi yang didaftarkan pelanggan. Data itu baru akan disebarkan untuk kepentingan penyelidikan penegak hukum.

"Intinya tujuan kami hanya untuk melayani pelanggan dan menjamim kenyamanan pelanggan," kata Adita.

Sementara, Presiden Direktur PT Smartfren Telecom Merza Fachys meminta masyarakat tak perlu berlebihan dalam merespon terbitnya aturan ini. Merza menjamin jika data pribadi pelanggan akan dijaga kerahasiaannya oleh operator. "Tidak perlu didramatisir," kata Merza.

Merza mengatakan, pengambilan data pribadi kerap dilakukan dalam kehidupan masyarakat saat ini. Mulai dari pendaftaran hingga transaksi kerap dimintai data pribadi.

"Daftar sekolah, transaksi perbankan, hotel itu kan dimintai data pribadi. Sudah sering kan," kata Merza. (Lihat Ekonografik: Tak Terdaftar, Nomor Ponsel Diblokir)

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) sebelumnya menilai aturan registrasi kartu prabayar yang diterbitkan pemerintah berpotensi melanggar hak privasi warga negara. Apalagi hingga saat ini pemerintah belum memiliki regulasi yang jelas mengatur perlindungan data pribadi.

Deputi Direktur Riset Elsam Wahyudi Djafar menilai, saat ini ada 32 Undang-undang yang memiliki konten penggunaan data pribadi, baik dari sektor telekomunikasi, keuangan dan perbankan, perpajakan, kependudukan, kearsipan, penegakan hukum, dan keamanan. Sayangnya, dari berbagai aturan tersebut tidak ada yang secara spesifik mengatur perlindungan data pribadi.

"Tidak satupun mengatur bagaimana mekanisme perlindungan data yang direkam," kata Wahyudi di kantornya, Jakarta, Rabu (18/10).

Dengan kekosongan aturan terebut, menurut Wahyudi, potensi ancaman pelanggaran hak privasi warga terbuka luas. Alasannya, dalam prosesnya pengumpulan data dari Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) memang dilakukan tersentralisasi oleh pemerintah.

Namun, proses validasi tetap dilakukan oleh operator, sehingga ketiadaan aturan memberikan peluang penyalahgunaan pengumpulan data pribadi. "Registrasi SIM card ini terlalu mengancam," kata Wahyudi.

Selain melanggar hak privasi, pemerintah juga berpotensi menghambat hak warga memperoleh informasi karena tidak dapat mengakses perangkat digital. Pasalnya, saat ini masih ada masyarakat yang data pribadinya belum terdaftar pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

"Bagaimana yang belum terdata? Ini akan menghambat akses mereka terhadap informasi karena tidak bisa mengakses perangkat digital," kata peneliti Elsam Miftah Fadli.