Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI Soleman Ponto mengatakan BAIS menahan dan memeriksa setiap senjata yang dicurigai sebagai standar militer. Hingga saat ini BAIS menahan ratusan senjata impor polisi di Gudang Unex, kawasan kargo bandara udara Soekarno Hatta, Jakarta.
Soleman menjelaskan, BAIS mengacu pada Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI.
Dalam Pasal 1 butir 3 peraturan nomor 7/2010 disebutkan senjata api standar militer memiliki kaliber
laras lebih besar 5,56 milimeter dengan sistem kerja semi otomatis atau full otomatis, termasuk yang telah dimodifikasi.
"Senjata apapun yang memiliki kaliber di atas 5,56 milimeter dimasukan dalam kategori senjata standar militer," kata Soleman Pontoh yang dihubungi Katadata, Selasa (3/10).
Senjata yang diimpor kepolisian adalah jenis Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) dengan kaliber 40 x 46 milimeter sebanyak 280 pucuk senjata dan amunisi jenis RLV-HEFJ sebanyak 5.932 butir. Senjata api impor ini memiliki kaliber di atas 5,56 milimeter dan bisa dimasukan sebagai senjata standar militer. Selain itu dalam situs produsen senjata Arsenal, SAGL dikategorikan senjata militer jenis pelontar granat.
Sementara itu, pihak kepolisian memberikan klarifikasi bahwa senjata yang diimpor bukan kategori militer dan berjenis granat asap. "BAIS akan memeriksa dengan teliti, hasil pemeriksaan kemudian akan dilaporkan ke Panglima TNI," kata Soleman.
Soleman yang menjadi pimpinan BAIS periode 2011-2013 mengatakan beberapa kali di masa kepemimpinannya menyita senjata militer yang masuk dalam negeri.
Soleman mengatakan BAIS memiliki kepentingan menghalangi peredaran senjata militer di kalangan nonmiliter. "TNI memiliki peran menghalau ancaman militer, dan apabila senjata militer dikuasai bukan TNI, itu menjadi ancaman bagi TNI," kata Soleman.
Soleman mengatakan persoalan utama dalam persoalan senjata impor ini bukan masalah legal atau tidak legal. "Meskipun pengadaan impor senjata itu menempuh jalur legal dengan mendapatkan izin beberapa menteri, namun apabila jenisnya senjata militer, tentu tak bisa dilepas," kata Soleman.
Sementara itu Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan prosedur pembelian senjata yang dilakukan oleh Polri telah mendapatkan izin Kementerian Pertahanan.
Ryamizard mengakui koordinasi antarlembaga yang berwenang dalam impor senjata tersebut belum berjalan baik. Dia pun berharap ke depannya impor senjata dapat berjalan baik melalui satu pintu, yaitu Kementerian Pertahanan. Selain itu, dia juga meminta agar pembelian senjata juga mengacu pada satu aturan yang sama.
"Mudah-mudahan ke depan berjalan betul karena harus satu induk kementerian pertahanan. Harus sama berpatokan pada satu undang-undang aturan. Kalau sudah ke situ, sudah sama semua ya," kata Ryamizard.
Senjata impor dikirimkan dari pabrik senjata Arsenal di Bulgaria melalui PT Mustika Duta Mas atas permintaan Bendahara Pengeluaran Korps Brimob Polri Kesatriaan Amji Antak Kelapa Dua Cimanggis, Depok Indonesia.
Katadata menyambangi Kantor PT Mustika Duta Mas, Selasa (3/10) sore. Bertempat di Graha Mobilkom, Jalan Raden Saleh Raya Nomor 53, Jakarta Pusat, perusahaan yang diduga menjadi importir senjata Polri itu berada di lantai tiga kantor tersebut bersama 10 perusahaan penyewa lainnya. .
Salah seorang petugass keamanan Graha Mobilkom menghalau beberapa awak media yang ingin mengetahui informasi terkait perusahaan yang diduga menjadi importir senjata Polri itu. Menurutnya, pihak perusahaan tidak mau dikonfirmasi terkait pembelian senjata tersebut.
"Mohon maaf pihak PT Mustika Duta Mas tidak mau memberikan informasi sementara ini. Nanti akan dikabari lagi lebih lanjut," kata dia.