CSIS: Elektabilitas Jokowi Teratas, AHY dan Gatot Merambat Naik

Biro Pers Setpres
Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/11).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
12/9/2017, 14.23 WIB

Dukungan terhadap Presiden Joko Widodo mengalami kenaikan cukup signifikan, sekitar 9% dari tahun sebelumnya. Sementara rival terdekatnya Prabowo mengalami stagnasi suara.

Petahana Presiden Joko Widodo dan pesaing terdekatnya di pemilihan presiden tahun 2014 lalu, Prabowo Subianto, masih menempati dua posisi teratas survei elektabilitas Presiden yang dikerjakan lembaga riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS). 

(Baca: Survei CSIS: Kepuasan Publik Pada Jokowi-JK Naik Terus Jadi 68,3%)

Jika Pilpres dilakukan sekarang, Jokowi memperoleh 50,9% suara, sementara Prabowo 25,8%. Tingkat elektabilitas Jokowi lebih tinggi dibandingkan setahun lalu yang sebesar 41,9%. Sedangkan tingkat keterpilihan Prabowo juga naik dari 24,3% pada tahun lalu.

"Suara Joko Widodo mengalami kenaikan cukup signifikan, sekitar 9% dari tahun sebelumnya. Sementara rival terdekatnya Prabowo mengalami stagnasi suara," kata Direktur Eksekutif CSIS, Philips J Vermonte, dalam pemaparan hasil survei di kantornya, Jakarta, Selasa (12/9).

(Baca: Tanggapi SBY-Prabowo, Jokowi: Sekarang Tak Ada Lagi Kekuasaan Absolut)

Di bawah Jokowi dan Prabowo, tidak ada pesaing lain dengan tingkat elektabilitas di atas 5%. Namun, yang mencolok adalah munculnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di posisi ketiga elektabilitas presiden dalam survei CSIS tersebut. Tingkat keterpilihan AHY jika pilpres diselenggarakan sekarang sebesar 2,8%, dari tahun lalu yang tingkatnya masih nol persen.

Sedangkan elektabilitas Ridwan Kamil malah turun menjadi 2,1% dari sebelumnya 5,5%. Begitu pula tingkat keterpilihan mantan Gubernur DKI Jakarta basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebesar 1,3% dari sebelumnya 4%, dan Anies Baswedan menjadi 0,7% dari sebelumnya 2,4%.

Adapun, tingkat elektabilitas Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo juga mulai merangkak naik menjadi 1,8% dari nol persen pada tahun lalu. (Baca: Pertemuan SBY-Prabowo, Upaya Gerindra Perkuat Koalisi di Pemilu 2019)

Jokowi vs Prabowo masih berlanjut

CSIS memperkirakan calon presiden yang akan maju berjumlah antara dua sampai tiga orang, mengingat syarat pengajuan bakal calon oleh partai politik yang tergolong ketat. Sesuai UU Pemilu, Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki suara 25% atau 25% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dapat mengajukan bakal calon presiden.

Peneliti Politik dan Hubungan Internasional CSIS Arya Fernandes mengatakan, pertarungan Jokowi dengan Prabowo akan terbuka lebar dalam Pemilu 2019. Namun, hal ini bisa diantisipasi jika beberapa partai politik membuat poros baru. (Baca: Alot Bahas Ambang Batas Presiden, Paripurna RUU Pemilu Hujan Interupsi)

Arya menuturkan, hal ini bisa terjadi jika Demokrat dapat melobi beberapa partai, seperti PAN, PPP, dan PKB. "Ini bisa akan nanti jadi tiga poros, Prabowo, Jokowi, dan poros alternatif," kata Arya.

Arya mengatakan, pembentukan poros baru ini harus dapat dimotori Demokrat sejak Pilkada Serentak saat ini. Arya menuturkan, contoh pembentukan poros baru seperti di Jakarta pada Pilkada Serentak 2017 harus bisa dilakukan lagi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

"Kalau berhasil maka di nasional akan mudah," kata Arya. (Lihat: SMRC: 69% Masyarakat Puas Terhadap Jalannya Demokrasi)

Sementara jika ingin memenangkan Pemilu 2019, maka Jokowi harus memperhatikan kinerja ekonomi pada pemerintahan saat ini. Saat ini, tingkat kepuasan publik pada kinerja pemerintah bidang ekonomi hanya sebesar 56,9%.

Tingkat kepuasan publik di bidang ekonomi meningkat dibandingkan 2016 yang tercatat sebesar 46,8%, dan pada 2015 hanya sebesar 30%. "Kalau kinerja pada bidang itu jeblok atau berada pada angka dibawah 50% maka akan ganggu kinerja pemerintahan," kata Arya.

Selain itu, Jokowi juga harus meningkatkan tingkat elektabilitas. Arya menuturkan, jika Jokowi tidak bisa menaikkan elektabilitas hingga di atas 65%, posisinya bisa terancam.

"Kalau ada dua pasang kandidat maju dan formasinya sama dengan 2014 saya kira petahana harus bekerja keras lagi karena masih ada 49,1% orang yg preferensi politiknya bukan pada petahana.

Survei CSIS melibatkan 1.000 orang responden yang tersebar di 34 provinsi Indonesia pada 23-30 Agustus 2017. Riset dalam bentuk wawancara tatap muka menggunakan kuesioner terstruktur. Margin of error survei ini sebesar +/-3,1% pada tingkat kepercayaan 95%.