Mantan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno mengakui menerima suap dalam penyelesaian pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia (EKP). Dalam pledoi atau nota pembelaan yang dibacakan dalam sidang hari ini, Handang membantah dirinya sebagai inisiator kasus suap untuk menyelesaikan permasalahan pajak PT EKP.
Handang mengatakan mengetahui kasus tersebut setelah Direktur PT EKP, R Rajamohanan Nair dan stafnya Siswanto menemui dirinya di Kantor Pusat Direktorat Penegakan Hukum Kasubdit Bukti Permulaan. Saat itu, kata Handang, permasalahan pajak PT EKP diurus oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) 6 Kalibata.
"Saya sebagai terdakwa baru mengetahui persoalan PT EKP dari Ramapanicker Rajamohanan pada 6 Oktober. Jadi jelas inisiator permasalahan pajak PT EKP bukan saya," kata Handang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (10/7).
Handang juga membantah jika dirinya menjadi inisiator untuk membantu menyelesaikan permasalahan pajak PT EKP. Dia menjelaskan pada kasus Surat Tagihan Pajak (STP) PPN PT EKP tahun 2014/2015 senilai Rp 78 miliar, dirinya mengetahui adanya pembatalan pada 14 November 2016 dari Rajamohannan dan Siswanto.
Padahal, pembatalan STP PPN PT EKP telah dilakukan pada 2 November 2016 dan 3 November 2016. Adapun, PT EKP telah menerima surat pembatalan STP PPN pada 7 November 2016. (Baca: Kasus Suap, Pejabat Ditjen Pajak Handang Soekarno Dituntut 15 Tahun)
"Jika saya secara aktif membantu pembatalan STP tersebut, saya akan lebih dulu mengetahui pembatalan STP dan akan memberitahukan pada PT EKP dalam hal ini saudara Siswanto atau Ramapanicker," kata Handang.
Handang juga menilai Rajamohannan dan Siswanto yang aktif mendatanginya untuk meminta permasalahan pajak PT EKP diselesaikan. Hal ini sesuai dengan berita acara maupun fakta persidangan yang disampaikan Rajamohannan, Siswanto.
"Sebelum bertemu dengan saya, perusahaan juga sudah bertemu dengan pihak-pihak lain, baik internal maupun eksternal DJP," ucap Handang.
Handang mengakui bersalah terlah menerima suap dari Rajamohannan sebesar Rp 1,9 miliar. Handang menyadari telah melakukan tindakan pidana dan pelanggaran kode etik karena menerima suap tersebut.
"Saya mengakuinya dan saya sangat menyesal atas kesalahan saya. Atas hal ini yang membuat nasib dan masa depan saya menjadi berantakan. Sekali lagi majelis hakim, saya menyesal," kata Handang.
(Baca: Beli Pajero Sport, Pejabat Pajak Terdakwa Suap Miliki SIM TNI)
Handang pun meminta agar Majelis Hakim Tipikor mengizinkan dirinya dihukum di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang/Kedungpane jika dinyatakan bersalah. Dia meminta hal tersebut karena masih memiliki tanggung jawab sebagai orang tua tunggal dalam mengasuh tiga anak perempuan.
"Jika saya dinyatakan bersalah, agar saya diberikan keputusan izin dapat dekat dengan putri-putri saya menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah. Sehingga meski saya dalam keterbatasan, saya masih bisa menjalankan tanggung jawab saya sebagai orang tua tunggal kepada anak-anak saya," kata Handang.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menuntut Handang dengan hukuman 15 tahun penjara. Jaksa juga menuntut Handang membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menyatakan Handang terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Jaksa menganggap eks Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak terbukti menerima suap dari Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohan Nair senilai USD 148.500 atau sekitar Rp 1,9 miliar. Uang itu merupakan sepertiga dari komitmen yang dijanjikan Rajamohanan senilai Rp 6 miliar.
(Baca: Pejabat Pajak Mengaku Bantu Pemberi Suap karena Adik Ipar Jokowi)
Suap itu diberikan agar terdakwa membantu menyelesaikan permasalahan pajak yang dihadapi PT EK Prima Ekspor Indonesia. PT EKP memiliki masalah menunggak pajak senilai Rp 78 miliar dengan rincian Rp 52,3 miliar untuk pajak 2014 dan Rp 26,4 miliar untuk pajak 2015. Gara-gara belum menyelesaikan tunggakannya tersebut, PT EKP ditolak untuk mengikuti pengampunan pajak.
Selain itu, ada juga permasalahan lain, yaitu pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), dan pemeriksaan bukti permulaan di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Kalibata dan Kantor Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus.