Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto turut serta dalam korupsi Kartu Tanda Penduduk (e-KTP). Jaksa menyebutkan Setya Novanto bekerjasama dengan terdakwa Irman dan Sugiarto untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun dari total proyek Rp 5,9 triliun.
"Telah terjadi kerjasama yang erat dan sadar antara para terdakwa dengan Setya Novanto, Diah Anggaraini, Drajat Wisnu Setyawan, Isnu Edhi dan Andi Agustinus alias Andi Narogong," kata Ketua JPU Irene Putrie saat membacakan surat tuntutan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (22/6).
Dalam surat tuntutan, jaksa menyebut kedua terdakwa yakni mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen Kemendagri Sugiharto, berkomunikasi dengan Setya Novanto sejak usulan pembahasan proyek e-KTP di Komisi II DPR pada 2011.
(Baca: Jadi Saksi di Pengadilan, Setya Bantah Mendalangi Korupsi Proyek e-KTP)
Pengusaha yang berafiliasi dengan konsorsium pemenang tender e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong mengajak para terdakwa bertemu dua kali dengan Setya Novanto yang ketika itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Pertemuan pertama berlangsung di Hotel Gran Melia, Jakarta sekitar pukul 06.00 yang dihadiri Irman, Sugiharto, Diah Anggraini (eks Sekjen Kemendagri), Drajat Wisnu (ketua lelang proyek), dan Isnu Edhi (ketua konsorsium PNRI). Dalam pertemuan itu Setya Novanto menyampaikan dukungan proyek e-KTP.
Beberapa hari kemudian digelar pertemuan antara Irman dengan Andi Agustinus di ruang kerja Setya Novanto di lantai 12 Gedung DPR. Saat pertemuan itu, Andi menanyakan kepastian anggaran proyek e-KTP agar Irman dapat melakukan persiapan. Setya Novanto ketika itu menjawab, "Ini sedang kami koordinasikan perkembangannya, nanti kami hubungi Andi," bunyi surat tuntutan.
Setelah proyek berjalan, Andi menyerahkan uang kepada Setya Novanto selama empat tahap. Pembayaran tiga kali pada 2011 dan satu kali pembayaran pada 2012. Uang diberikan kepada Novanto dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana, melalui Andi. PT Quadra Solution merupakan perusahaan konsorsium e-KTP.
(Baca: Jejak Kontroversi Setya Novanto)
Nama Setya Novanto juga kembali disebut dalam surat tuntutan ketika pada Mei 2012 Anang tak bersedia memberikan uang kepada Setya Novanto dan membuat Andi marah. "Kalau begini saya malu dengan Setya Novanto, kemana muka saya dibuang kalau hanya sampai di sini sudah berhenti," bunyi surat tuntutan.
Dengan beragam fakta tersebut, jaksa berkeyakinan Setya Novanto terlibat dalam perencanaan korupsi. Jaksa Irene mengatakan pertemuan di Hotel Gran Melia, merupakan perbuatan permulaan untuk mewujudkan delik, karena pada dasarnya setiap orang yang hadir dalam pertemuan tersebut menyadari bertentangan dengan hukum.
"Terlebih pertemuan di luar jam kerja yakni pukul 06.00 serta adanya upaya dilakukan Setya Novanto untuk menghilangkan fakta dengan memerintahkan Diah Anggraini agar menyampaikan pesan kepada terdakwa 1 (Irman) jika ditanya oleh penyidik KPK agar tidak menjawab mengenal Setya Novanto," kata Irene membacakan surat tuntutan.
Dalam persidangan yang sama, jaksa menuntut Irman dan Sugiharto, masing-masing dengan hukuman tujuh dan lima tahun penjara. Jaksa juga mengumumkan status justice collaborator (JC) kedua terdakwa. Justice collaborator merupakan pelaku tindak pidana yang mengakui perbuatannya, bukan pelaku utama dan memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
(Baca: Dua Terdakwa E-KTP Jadi Justice Collaborator, Dituntut 5 dan 7 Tahun)