Menteri Agama: Ketidakadilan Picu Berkembangnya Ideologi Ekstrem

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Menteri Agama Lukman Hakim saifuddin menunjukkan surat seruan ceramah di rumah ibadat saat konferensi pers di Kementerian Agama, Jakarta, 28 April 2017.
17/5/2017, 19.37 WIB

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melihat salah satu faktor yang melatari merebaknya ideologi ekstrem di Indonesia adalah masalah ketidakadilan. Pandangan tersebut disampaikannya dalam acara diskusi yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika di Gedung STOVIA, Jakarta, Rabu (17/5).

Lukman mengatakan, banyak orang yang tidak memiliki cara normal untuk merespons ketidakadilan sehingga mengambil langkah ekstrem sebagai bentuk ketidaksabaran mereka. Hal yang menurutnya melenceng adalah seringkali ajaran agama yang justru digunakan secara nyata untuk membenarkan ekstrimisme.

Padahal, sebagian masyarakat ini seringkali melihat ajaran agama secara parsial sehingga menganggap hal ekstrem seolah-olah benar. Padahal, ajaran agama hendaknya dipelajari secara komprehensif.

"Jadi bagaimana meminimalisir ketidakadilan, karena jadi potensi orang-orang yang tidak sabar menerima kenyataan," katanya. (Baca: Minta Hentikan Hujatan, Jokowi: Habis Energi Saling Mendemo)

Meski begitu, Lukman tetap melihat Pancasila, Undang-Undang 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika merupakan konsensus final yang merupakan sendi-sendi negara Indonesia. Empat konsensus ini untuk menepis segala macam isu mengenai pendirian negara khilafah yang merebak sekarang.

"Karena ini hasil penggalian para founding fathers kita yang juga mewujudkan nilai agama di dalamnya," ujar Lukman.

Untuk melawan seruan-seruan ekstrim tersebut, Menteri Agama mengaku telah mengeluarkan beberapa kebijakan. Salah satunya surat edaran yang berisi 9 poin tentang imbauan tidak menyebarkan ujaran kebencian di tempat ibadah.

(Baca: Pasar Tertekan, Sri Mulyani Harap Vonis Ahok Tak Ganggu Investor)

Dalam forum diskusi tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto turut menyatakan, saat ini hukum seolah inferior terhadap kebebasan. Oleh sebab itu penegakan hukum juga akan menjadi fokusnya agar kebebasan di alam demokrasi tidak kebablasan.

Hal lain adalah penggunaan media sosial yang terlihat tidak bertanggung jawab. Setengah berseloroh, Wiranto bahkan meminta kalau ada libur nasional maka masyarakat dapat meliburkan aktivitasnya bermedia sosial. Dengan begitu, kegaduhan tidak terus berlanjut.

"Kalau positif seperti meningkatkan pengetahuan dan keagamaan di media sosial itu bagus. Tapi kalau hasutan serta kebencian, aduh...," ujar Wiranto.