Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) dengan menggagas konsep Mal Pelayanan Publik. Konsep ini diyakini bisa mendongkrak posisi Indonesia dalam survei kemudahan usaha (Ease of Doing Business – EoDB) yang dilakukan Bank Dunia.
Sekretaris Kedeputian Pelayanan Publik Kementerian PAN-RB Dwiyoga Prabowo menjelaskan, gagasan Mal Pelayanan Publik berangkat dari peringkat survei EoDB 2017 yang menempatkan Indonesia di posisi 91. Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan Indonesia bisa berada di peringkat 40, dari posisi tahun sebelumnya di peringkat 106.
“Makanya kami melakukan evaluasi dan mendapati permasalahan perizinan masih jadi kendala, meskipun sudah ada program PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu),” ujarnya, Senin (15/5).
(Baca: Jelang Lawatan Tim Survei Bank Dunia, Kemudahan Berbisnis Digenjot)
Menurutnya program PTSP masih belum maksimal, karena masih ada instansi pemerintah yang belum menyerahkan kewenangan perizinannya. Misalnya, perizinan dari instansi vertikal seperti pertanahan dan imigrasi untuk Tenaga Kerja Asing (TKA). Pemohon masih harus mengurus perizinan di instansi terkait. Akibatnya proses pengurusan perizinan masih berlarut-larut.
Atas pertimbangan tersebut, Kementerian PAN-RB menggagas penyatuan semua perizinan dalam satu gedung melalui Mal Pelayanan Publik. Dengan begitu, proses pengurusan perizinan dapat selesai lebih cepat dan peringkat EoDB Indonesia pada periode 2018 bisa meningkat mencapai target.
Menanggapi gagasan ini, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Lestari Indah khawatir hal ini malah akan menimbulkan masalah baru. Akan ada tumpang tindih kewenangan pengurusan perizinan antara program PTSP yang sudah berjalan di BKPM, dengan Mal Pelayanan Publik. Apalagi, selama ini BKPM tidak pernah dilibatkan dalam membicarakan gagasan ini.
“Yang harus dipertegas dalam gagasan ini (Mal Pelayanan Publik) sebenarnya adalah ruang lingkup atau cakupan jenis perizinan yang dikelola. Apakah jenis perizinan pada kewenangan pemerintah (pusat), kewenangan provinsi, atau kewenangan kabupaten,” ungkapnya.
Lestari menyadari saat ini program PTSP di BKPM masih banyak kekurangan. Namun, dia meyakini setiap PTSP dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten akan terus melakukan penyempurnaan secara menyeluruh. Dia juga memastikan setiap instansi terkait bisa menyerahkan kewenangan pengurusan perizinan kepada BKPM melalui PTSP, secara bertahap.
(Baca: Istana Catat 15 Kementerian Buat Aturan Penghambat Investasi)
Dia mencontohkan, pada 2015 Kementerian Perhubungan baru menyerahkan satu jenis perizinannya kepada BKPM. Lambat laun, institusi ini mulai menyerahkan satu per satu jenis perizinan lainnya. Kini sudah ada 13 jenis perizinan Kementerian Perhubungan yang bisa diurus di PTSP.
Selain itu, BKPM juga terus melakukan perbaikan dalam layanan PTSP. Salah satunya dengan sistem pengurusan perizinan secara online, seperti pengurusan Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) pada Kementerian Perhubungan.
Melalui sistem ini, calon investor tidak perlu datang menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan, tapi bisa dilakukan dengan mengunggah dokumen secara online melalui sistem SIMLALA. Sistem ini dikelola bersama antara BKPM dan Kementerian Perhubungan.
Ke depan, BKPM akan terus berupaya agar sistem online ini bisa diterapkan untuk seluruh layanan perizinan. “(Sistem online) itu menjadi arah BKPM selanjutnya,” ujarnya. (Baca juga: Penyelesaian Sengketa Kecil Dipercepat untuk Permudah Usaha)