Pemerintah belum menerbitkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) wilayah Pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang, untuk proyek pembangunan pabrik PT Semen Indonesia Tbk. Keputusan final KLHS yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tersebut masih menunggu validasi oleh Kantor Staf Presiden (KSP).
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengaku tengah melakukan validasi KLHS yang melibatkan beberapa ahli. Beberapa ahli itu adalah mantan Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono atau akrab disapa Mbah Rono dan Guru Besar Lingkungan Hidup dari Universitas Diponegoro Prof. Sudharto P. Hadi.
Setelah proses validasi tersebut, pemerintah pusat akan segera membuat keputusan untuk menentukan kelanjutan proyek pabrik semen di Rembang. "Kalau hasil (quality assurance) atau validasi keluar baru akan kami gelar rapat koordinasi," kata Teten di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/4).
Dalam proses validasi tersebut, tim ahli akan menguji metodologi, data, serta parameter analisis dari KLHS yang diterbitkan oleh Kementerian LHK. Namun, Teten tidak mau memperkirakan berapa lama proses validasi itu berlangsung. "Target kami bulan ini ada keputusan (KLHS)," katanya.
(Baca: Pemerintah Terbelah Simpulkan Kajian Lingkungan Semen Rembang)
Teten juga menjelaskan, pemerinttah sebenarnya akan menggelar rapat koordinasi di kantor KSP hari ini. Namun, lantaran ayah dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo wafat, maka hal tersebut urung dilakukan. Teten mengatakan Ganjar telah meminta penjadwalan ulang rapat koordinasi tersebut pada Senin (10/4) pekan depan. "Sambil saya tunggu uji kualitasnya selesai."
Sedangkan Menteri LHK Siti Nurbaya membantah adanya perbedaan pendapat dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai kajian lingkungan Pegunungan Kendeng. Namun, dia mengakui bahwa Kementerian LHK meminta Kementerian ESDM menyertakan data yang lebih utuh. "Dan mereka juga bilang (dalam suratnya) bahwa memang diperlukan penelitian lebih lanjut," katanya.
Siti mengungkapkan, pembahasan nantinya akan berlangsung lebih tajam dan komprehensif kalau proses validasi terhadap kualitas KLHS tersebut telah rampung. Tapi, dia enggan memastikan rapat koordinasi di KSP pada pekan depan akan berujung pada pengumuman KLHS. "Kalau (pengumuman KLHS) tanya Pak Teten saja."
(Baca: Musibah di Balik Aksi Petani Kendeng Menolak Pabrik Semen)
Sebelumnya, usai rapat terbatas mengenai KLHS di Kantor Presiden, Jumat lalu, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan adanya perbedaan pendapat yang sangat kuat dalam memutuskan KLHS. Karena itu, pemerintah akan mengevaluasi lebih jauh untuk mencapai titik temu dalam menyimpulkan KLHS tersebut.
"Ini dua pendapat yang sama kuat. Pendapat pertama yang mengindikasikan ini karst. Pendapat kedua, 'mungkin ini bukan bentang alam karst'," kata Arcandra. Namun, dia menolak menjelaskan detail perbedaan pendapat di antara peserta rapat.
KLHS memang menjadi rujukan utama bagi pemerintah pusat dan daerah dalam menentukan kelayakan proyek pabrik semen di Rembang, Kajian ini akan menentukan status lingkungan Pegunungan Kendeng, apakah termasuk dalam Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) atau bukan. Jika termasuk KBAK maka proyek itu tidak dapat dilanjutkan karena mengancam cadangan air di kawasan tersebut.
Yang menarik, Menteri ESDM Ignasius Jonan telah menyatakan tidak ada aliran sungai bawah tanah di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih, Pegunungan Kendeng Utara. Kesimpulan itu berdasarkan hasil kajian dan pemetaan Watuputih oleh Badan Geologi Kementerian ESDM pada 15-24 Februari lalu.
"Selain itu klarifikasi ulang juga telah dilakukan pada tanggal 8 hingga 9 Maret 2017," kata Jonan dalam suratnya bertanggak 24 Maret 2017 kepada Menteri LHK.
Berdasarkan laporan penelitian dan klarifikasi ulang sebanyak delapan halaman tersebut, yang salinannya dimiliki Katadata, Badan Geologi menjelaskan indikasi tidak adanya sungai bawah tanah terlihat dari ketiadaan mata air serta adanya gua kering tanpa aliran sungai di CAT Watuputih.
Aliran air baru terlihat di luar CAT Watuputih sebelah timur. Sedangkan di bagian selatan CAT tersebut ada gua kering dengan tiga kantung air serta sebaran air di dalamnya. Padahal, berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan KBAK, salah satu persyaratan penetapan KBAK adalah keberadaan sungai bawah tanah.
“Berdasarkan data dan fakta saat ini, dapat disimpulkan tidak ada indikasi aliran sungai bawah tanah di CAT Watuputih,” tulis Jonan dalam suratnya kepada Menteri Siti.
Surat itu juga menjelaskan kajian Badan Geologi mengacu kepada beberapa hal dalam mengamati aliran sungai bawah tanah. Pertama, menggunakan pengamatan langsung. Kedua, penelitian rinci apabila pengamatan langsung tidak dapat digunakan. Ketiga, kriteria KBAK berdasarkan Permen ESDM Nomor 17.
Namun, dalam kajiannya itu, Badan Geologi belum dapat memastikan apakah sungai bawah tanah di luar CAT Watuputih merupakan satu kesatuan dengan CAT tersebut. Jadi, diperlukan penelitian lebih rinci.