Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengklaim masyarakat cukup puas dengan kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) selama dua tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan dalam hasil survei beberapa lembaga.
Pramono mengatakan hampir semua lembaga survei menempatkan kepuasan publik kepada pemerintahan Jokowi-JK dengan persentase sekitar 66-68 persen. “Itu artinya kepuasan itu melebihi dari apa yang diperoleh Presiden ketika Pemilihan Presiden (Pilpres) pada waktu itu. Sehingga kalau mau menggunakan ukuran, inilah yang dipakai sebagai ukurannya,” kata Pramono dalam keterangan resminya, Rabu (19/10).
Dia juga merespons kritikan Anggota DPR Fahri Hamzah yang menyatakan bahwa revolusi mental dalam pemerintahan Jokowi hanya sebatas retorika dan belum seperti yang dijanjikan. Menurut Pramono, yang merasakan revolusi mental itu adalah mental rakyat Indonesia, kebahagiaan dan kenyamanan masyarakat. (Baca: Masuk Madame Tussauds, Jokowi Ungguli Calon Presiden Amerika)
Sebagai contohnya, kebijakan satu harga bahan bakar minyak (BBM) yang diresmikan Jokowi di Papua, kemarin. Untuk pertama kalinya selama puluhan tahun, masyarakat Papua bisa menikmati harga BBM sama seperti di daerah lain, khususnya pulau Jawa. Harga BBM Premium yang sebelumnya mencapai lebih dari Rp 50.000 per liter menjadi hanya Rp 6.450 per liter.
“Inilah yang dilakukan, termasuk karakter bangsa yang selalu disebutkan oleh Presiden bahwa bangsa ini adalah bangsa yang kompetitif, bangsa yang harus menjadi pemenang,” ujarnya. (Baca: Dua Tahun Jokowi, Kementerian Energi Catat Nilai Plus dan Minus)
Seskab juga membantah anggapan bahwa dalam dua tahun ini sektor hukum agak melemah, sebagaimana yang dialami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menegaskan, KPK adalah lembaga independen dan pemerintah sama sekali tidak mencampuri urusan KPK.
Pramono melihat sebenarnya KPK tidak melemah. Ini terlihat dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menimpa hampir merata di semua partai. Saat ini KPK tetap menjadi sebuah institusi yang tingkat kepercayaan publik tertinggi.
Di sisi lain, pemerintah menyadari bahwa pembenahan ekonomi merupakan yang paling berat dalam dua tahun ini. Salah satu penyebab utamanya adalah perekonomian dunia yang sedang melambat. Namun, dia cukup bangga dalam dua tahun terakhir ini perekonomian Indonesia bisa tumbuh 5,18 persen.
“Pertumbuhan ekonomi kita itu dibandingkan dengan kawasan lainnya kita relatif stabil dan cukup tinggi. Tetapi tentunya harapan atau ekspektasi kita bisa lebih dari itu,” kata Pramono. (Baca: Dua Tahun Jokowi, Mendag: Presiden Sering Tegur Harga Pangan)
Berbeda dengan pernyataan Pramono, Direktur Eksekutif Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati justru menganggap pencapaian ekonomi ini belum baik. Menurutnya pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen sudah pasti dicapai, tanpa pemerintah melakukan apa-apa.
Secara umum dari sisi ekonomi, Enny menganggap program Nawa Cita belum bisa menghasilkan sesuatu yang signifikan. "Inflasi 3 persen pun juga bukan sebuah prestasi kalau dilihat ternyata daya beli masyarakat turun," katanya.