Sejak dilantik menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Jumat (14/10) pekan lalu, Ignasius Jonan bergegas menyusun sejumlah program kerja utama. Salah satunya adalah perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Pada Selasa (18/10) pagi, Jonan memanggil Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono untuk melaporkan perkembangan di sektornya. Pertemuan tersebut berlangsung tertutup selama tiga jam sejak pukul 08.30 WIB. (Baca: Langkah Luhut Membentengi Nakhoda Baru Kementerian Energi)
Usai pertemuan itu, Bambang mengatakan telah mempresentasikan permasalahan yang ada di sektor mineral dan pertambangan (minerba). "Hari ini kan satu arah, jadi saya laporkan masalah isu-isu strategis minerba," katanya.
Salah satu pembahasan penting dalam rapat ini adalah perkembangan renegosiasi kontrak karya dengan Freeport Indonesia, termasuk terkait divestasi saham perusahaan tambang di Papua tersebut. Hal ini merupakan bagian dari enam isu strategis yang masuk dalam amendemen kontrak Freeport.
Saat ini, rencana perpanjangan kontrak Freeport memang masih terkendala beberapa faktor. Salah satunya menyangkut Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2014, yang mengatur proses negosiasi ulang perpanjangan kontrak pertambangan hanya bisa dilakukan dua tahun sebelum kontraknya berakhir.
Lantaran kontrak Freeport baru habis 2021, maka negosiasi perpanjangan kontraknya bisa dilakukan paling cepat tahun 2019. Padahal, manajemen Freeport di Amerika Serikat (AS) menginginkan pembahasannya saat ini karena terkait kewajiban investasinya untuk membangun pabrik peleburan (smelter) di dalam negeri.
(Baca: Luhut Peringatkan Freeport Agar Tak Mendesak Perpanjangan Kontrak)
Selain isu kontrak Freeport, Bambang melaporkan masalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan. Saat ini, masih ada beberapa pengusaha yang kurang tertib membayar royalti yang menjadi PBNP. Mereka berdalih tidak mendapat restitusi dari Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk itu, Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dapat mencarikan solusi permasalahan tersebut. "Solusinya penyelesaian, supaya ada kebijakan makro dan itu tidak menjadi suatu catatan apakah ini utang dan bukan," ujar dia.
Isu lainnya adalah penertiban izin usaha pertambangan yang belum Clean and Clear (C&C) atau tidak memenuhi aturan yang berlaku. Kementerian ESDM mencatat, hingga Juli 2016 lalu, total rekomendasi C&C dari provinsi berjumlah 1.083 izin usaha pertambangan.
Jika dirinci, ribuan izin itu terdiri dari 453 IUP rekomendasi dari hubernur dan 630 IUP rekomendasi dari kepala dinas di masing-masing daerah. Dari seluruh rekomendasi gubernur yang memenuhi persyaratan sesuai Permen ESDM No. 43/2015, hingga Juli lalu berjumlah 121 IUP. Sedangkan yang belum atau tidak memenuhi persyaratan sesuai Permen ESDM No. 43/2015 berjumlah 332 IUP.
(Baca: Pemerintah Harap 3.966 Izin Tambang Bermasalah Tuntas Mei 2016)
Bambang berharap, status izin usaha pertambangan yang C&C tersebut bisa berubah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Nomor 2015 tentang Tata Cara Evaluasi penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.