Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menemui titik temu dalam pembahasan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. Aturan ini berisi tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan atau cost recovery dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi (migas).
Awalnya, Kementerian Keuangan menolak assume and discharge atau bagi hasil bebas pajak dalam revisi aturan tersebut. Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, assume and discharge sudah tidak ada lagi sejak rezim Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Minyak dan Gas Bumi terbit. (Baca: Revisi Aturan Cost Recovery Masih Terganjal Masalah Pajak).
Tapi, agar suatu wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas) bisa ekonomis, Kementerian Keuangan sepakat untuk memasukkan assume and discharge. “Akan dimasukkan dalam revisi PP 79 Nomor 2010, tapi rohnya saja. Roh assume and discharge kan memberikan insentif, baik fiskal maupun nonfiskal,” kata Mardiasmo usai rapat di Kementerian Energi, Jakarta, Selasa, 6 September 2016.
Menurut dia, dengan begitu pemerintah akan memberikan insentif setara assume and discharge bagi kontraktor. Sehingga hal tersebut tidak melanggar Undang-Undang Migas yang berlaku saat ini.
Pemerintah juga akan mengkaji kembali mengenai cost recovery atau pemulihan biaya operasi. Kajian ini untuk menentukan mana yang boleh masuk dalam cost recovery dan yang tidak.
Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi pun akan berbagi tugas dalam revisi aturan tersebut. Insentif fiskal dan pajak, seperti Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, serta Bea Masuk, itu ranah Kementerian Keuangan. Kemudian nonfiskal seperti insentif kredit masuk ranah Kementerian Energi. (Baca: Chevron Tak Bisa Pakai Investment Credit untuk Proyek IDD).
Mengenai pajak, Kementerian Keuangan juga tidak akan mengenakan pada saat eksplorasi, tapi pada saat eksploitasi. Dengan begitu diharapkan bisa menggairahakan industri hulu migas. Selama ini, menurut Mardiasmo, lifting terus menurun karena keberadaan PP 79 Nomor 2010.
Revisi aturan tersebut ditargetkan selesai pekan ini. Penyusun draf sudah mencapai 50 persen mencapai final. “Pak Presiden Joko Widodo minta lifting minyak dan gas meningkat,” ujar dia.
Di tempat yang sama, Pelaksana Tugas Menteri Energi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan inti dari revisi aturan tersebut adalah memberikan kemudahan kepada para investor untuk melakukan investasi di Indonesia. Dengan begitu investasi di sektor hulu migas bisa meningkat.
Luhut menargetkan tingkat pengembalian investasi (IRR) yang menarik sebesar 15 persen. Untuk mencapai itu, pemerintah akan memberikan kemudahan, seperti pembebasan pajak sebelum berproduksi dan bagi hasil yang fleksibel tergantung kesulitan lapangan. Bahkan kontraktor dimungkinkan mendapat bagi hasil 40 persen. (Baca: Pemerintah Diminta Munculkan Opsi Skema Bagi Hasil Gross Split).
Selain itu, pemerintah juga akan meninjau ulang pemberian cost recovery. “Intinya, kami tidak ingin investasi ke Indonesia itu investor rugi,” kata Luhut.