Komisi Keuangan (Komisi XI) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda alokasi dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada dua badan pemerintah, yakni Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Selain itu, cadangan pembiayaan untuk dana antisipasi PT Lapindo Brantas Inc.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 yang diajukan pemerintah ke DPR, total dana PMN untuk tiga pos itu mencapai Rp 77,2 triliun. Perinciannya, PMN untuk BLU LMAN sebesar Rp 16 triliun, BPJS Kesehatan Rp 6,83 triliun dan Lapindo Brantas Rp 54,34 miliar.
Komisi XI berpandangan banyak ketidaksesuaian antara suntikan dana yang diberikan di tahun-tahun sebelumnya dengan hasil yang diharapkan. BPJS Kesehatan, misalnya, Anggota Komisi XI dari Partai Golkar Misbakhun mengatakan, badan negara ini selalu mendapat suntikan dana namun pelayanannya tidak meningkat. Karena itu, dia meminta BPJS memperbaiki kinerjanya agar tidak selalu merugi.
(Baca: PMN BUMN Bengkak Rp 13,6 Triliun buat Proyek Listrik PLN)
“Di internal, diatur bagaimana strateginya. Jangan sampai (peserta) tidak bayar iuran, ikut BPJS pas sakit saja, jadi pengeluarannya ratusan juta. Bagaimana jangan setiap tahun berhadapan dengan Komisi XI untuk mendapat (PMN) ini,” katanya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan pemerintah di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (20/6).
Anggota dewan juga mempersoalkan detail penggunaan PMN untuk BLU LMAN serta cadangan pembiayaan untuk dana antisipasi pembayaran kepada masyarakat yang terdampak lumpur Lapindo.
Karena itu, Komisi XI belum mau merestui pencairan PMN untuk tiga pos tersebut. Selanjutnya, Komisi XI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) guna membahas detail penggunaan suntikan PMN tersebut.
(Baca: Iuran BPJS Naik, Pengusaha Kirim Surat Keberatan ke Jokowi)
Meski begitu, anggota Komisi XI mempersilakan Badan Anggaran (Banggar) menetapkan pagu untuk PMN ketiga pos itu. Syaratnya, pencairan dana harus mendapatkan persetujuan dari Komisi XI. “Dan catatan ini harus masuk dalam Undang-Undang APBN-Perubahan 2016,” kata Ketua Komisi XI Ahmadi Noor Supit.
Dalam kesempatan itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengakui masih ada ketidaksesuaian antara klaim peserta yang melebihi iuran yang masuk. Ini menyebabkan BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran.
Pangkal soalnya adalah sebanyak 15 juta jiwa atau 9,5 persen dari jumlah peserta jaminan kesehatan nasional 156,8 juta peserta, sudah mengalami sakit. Hal itu kemudian berdampak pada membengkaknya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) dari Rp 5,8 triliun menjadi Rp 9,1 triliun.
“Untuk mengatasi itu, pilihannya menambah anggaran dari pemerintah atau menaikkan iuran. Karena menaikkan iuran sulit, kami meminta adanya tambahan anggaran,” kata Fahmi.
(Baca: BLU Bank Lahan Dibentuk untuk Percepat Pembebasan Lahan)
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pun mengkritisi strategi keuangan yang dilakukan BPJS Kesehatan sehingga selalu mengalami defisit. Ia sebenarnya menginginkan agar BPJS Kesehatan tak lagi meminta suntikan dana dari pemerintah. Dengan adanya PMN tahun ini, Bambang berharap BPJS Kesehatan bisa memperbaiki kinerja keuangannya.
Di sisi lain, Bambang berharap Komisi XI bisa menyetujui PMN untuk BLU LMAN. Sebab, dananya dibutuhkan untuk pembebasan lahan proyek-proyek infrastruktur.
BLU ini menyediakan pembiayaan untuk pembebasan lahan dengan harapan anggaran tidak naik di kemudian hari gara-gara menunda pembelian lahan. Padahal, ketersediaan lahan ini merupakan faktor penting untuk pembangunan infrastruktur. “Maka, kami usulkan ini diberikan PMN. Karena tanah itu (tetap) milik negara, bagian dari barang milik negara,” ujar Bambang.