Nasib kelanjutan proyek Blok Masela kini berada di tangan Inpex Corporation. Pemerintah tengah menanti permintaan dari perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Jepang itu perihal insentif untuk mengembangkan ladang kaya gas di Laut Arafura, Maluku, tersebut. Tujuannya agar proyek tersebut bisa terus berjalan setelah Presiden Joko Widodo memutuskan pengembangan Blok Masela memakai skema kilang di darat (onshore).
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah membahas kemungkinan memberikan insentif kepada investor di Blok Masela, yakni Inpex Corporation dan Shell. Pembahasan yang melibatkan beberapa menteri terkait ini berlangsung bulan April lalu di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (Baca: Kementerian Keuangan Siap Beri Insentif Kilang Darat Blok Masela)
Dalam rapat tersebut, pemerintah bahkan telah memutuskan sejumlah insentif yang bisa diberikan kepada Inpex selaku operator Blok Masela. Namun, itu belum dapat diberikan karena pemerintah hingga kini belum memperoleh secara resmi permintaan insentif dari Inpex.
Persoalannya, Inpex harus mengkaji ulang skema pengembangan Blok Masela di darat. Setelah melakukan kajian, menurut Sujatmiko, Inpex harus mengajukan kembali revisi proposal pengembangan lapangan atau plan of development (PoD). Dalam PoD tersebut akan ada beberapa catatan dan permintaan dari investor agar proyek tersebut mencapai nilai keekonomiannya.
Jadi, pemerintah akan mempertimbangkan jika Inpex tidak menginginkan insentif yang telah disiapkan tersebut atau malah meminta insentif lain. “Kami akan bahas permintaan tersebut,” kata dia kepada Katadata, Senin (9/5).
Berdasarkan kajian konsultan internasional Poten and Partner, yang disewa oleh pemerintah pada akhir tahun lalu, pihak investor memang membutuhkan insentif kalau pengelolaan Blok Masela menggunakan skema pembangunan kilang di darat. Penyebabnya, nilai investasi pengembangan di darat lebih besar dibandingkan skema pengolahan gas di laut (FLNG).
Poten menghitung tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) dengan skema darat tidak mencapai 12 persen. Padahal, angka 12 persen merupakan patokan kelayakan proyek gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG).
(Baca: SKK Migas Sudah Punya Acuan Insentif untuk Inpex di Blok Masela)
Dari hasil penghitungan Poten, hanya skema kilang terapung atau offshore (FLNG) yang bisa mencapai IRR sebesar 12,1 persen. Sedangkan untuk skala produksi LNG yang sama (7,5 mtpa), skema onshore di Tanimbar dan Aru hanya menghasilkan IRR masing-masing sebesar 10,6 persen dan 9,6 persen.
Agar proyek itu tetap mendatangkan keuntungan standar bagi investor, pemerintah perlu memberikan insentif. Menurut kajian Poten, yang salinannya diperoleh Katadata, bentuk insentifnya bisa berupa pembebasan pajak (tax holiday) dan kenaikan porsi bagi hasil (profit production share) jatah kontraktor. Untuk mencapai IRR 12 persen, onshore di Tanimbar diperkirakan perlu tax holiday selama delapan tahun. Sedangkan untuk onshore di Aru perlu tax holiday 10 tahun plus profit production share sebesar 89 persen untuk kontraktor.
Jika dinominalkan, maka total besaran insentif fiskal yang akan dinikmati oleh kontraktor sebesar US$ 1,03 miliar untuk onshore di Tanimbar dan US$ 1,97 miliar untuk onshore di Aru. Dengan adanya tambahan beban ini, otomatis penerimaan negara akan berkurang. Dibandingkan skema offshore yang bebannya mencapai US$ 88 miliar, berkurang menjadi hanya sekitar US$ 79 juta untuk onshore di Tanimbar dan US$ 72 miliar untuk onshore di Aru. (Baca: Rizal Ramli: Banyak yang Antre Kalau Inpex Kabur dari Masela)
Namun, menurut Sujatmiko, lokasi pembangunan kilang untuk mengolah gas Blok Masela sampai saat ini belum ditentukan. “Itu nanti Inpex yang akan menentukan setelah melakukan kajian,” ujar dia.