Pengangguran Terbanyak Lulusan Sekolah Kejuruan dan Diploma

Arief Kamaludin|KATADATA
Para pencari kerja memadati sebuah acara "Career Expo" di Jakarta.
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
4/5/2016, 19.18 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2016 turun sebanyak 200 ribu orang dibandingkan Februari tahun lalu. Dalam rentang waktu yang sama, jumlah penganggur juga berkurang 430 ribu orang. Alhasil, tingkat pengangguran terbuka (TPT) menyusut 0,31 persen. Tingkat penganggur tertinggi merupakan lulusan pendidikan sekolah kejuruan dan diploma.

Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2016 sebesar 5,50 persen. Artinya, dari 100 angkatan kerja, terdapat sekitar 5 hingga 6 orang penganggur. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK) menduduki posisi tertinggi sebesar 9,84 persen, disusul oleh TPT Diploma I/II/III sebesar 7,22 persen. Dengan kata lain, 9 hingga 10 orang lulusan SMK saat ini menganggur.

“Lulusan SMK ini miss match (tidak sesuai) dengan kebutuhan perusahaan,” kata Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Sairi Hasbullah dalam konferensi pers BPS di Jakarta, Rabu (4/5). Artinya, pendidikan keterampilan di SMK belum tentu sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam merekrut para pekerja. “Jangan-jangan belum match betul. Bukan tidak dibutuhkan.”

(Baca: Gelombang PHK yang Mulai Mengintai Industri Padat Modal)

Sebaliknya, TPT terendah terdapat pada tingkat pendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 3,44 persen. Penyebabnya, menurut Kepala BPS Suryamin, mereka yang berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apapun. Sementara mereka yang berpendidikan lebih tinggi cenderung selektif dalam memilih pekerjaan yang sesuai.   

Secara umum, BPS mencatat, jumlah angkatan kerja pada Februari tahun ini berkurang 630 ribu orang dibandingkan setahun lalu menjadi 127,67 juta orang. Angkatan kerja ini mencerminkan jumlah penduduk yang secara aktual siap bekerja (usia 15 tahun ke atas). Itu terdiri dari 120,7 juta orang penduduk bekerja dan 7 juta orang penganggur.

(Baca: MEA Berlaku, 25 Ribu Pekerja Asing Serbu Indonesia Selama Januari)

Penurunan jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 200 ribu orang terutama terjadi pada tiga sektor usaha. Yaitu, sektor usaha pertanian menurun 1,83 juta orang, sektor industri atau manufaktur 410 ribu orang dan sektor keuangan 170 ribu orang.

Suryamin menyatakan, penyebab utama penurunan pekerja di sektor manufaktur adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran di sektor itu. Sedangkan musim El-Nino mengganggu masa panen telah memukul sektor pertanian sehingga mendorong pekerjanya beralih ke sektor lain.

Apalagi, kehadiran teknologi di sektor tersebut memaksa terjadinya pengurangan tenaga kerja. “Berdasarkan informasi di lapangan, karena adanya teknologi pertanian yang masuk. Tadinya pakai cangkul, sekarang menjadi pakai traktor,” katanya.

(Baca: Ekonomi Melambat, Pengangguran Baru Naik 320 Ribu Orang)

Selain itu, jumlah pekerja di sektor konstruksi juga berkurang 1.000 orang meskipun belakangan ini pembangunan infrastruktur semakin marak. Suryamin menengarai, penurunan ini karena tenaga kerja yang dibutuhkan di sektor konstruksi adalah pekerja terampil, dan bukan yang berpendidikan rendah.

(Baca: Laju Ketimpangan Orang Kaya-Miskin Indonesia Tercepat di Asia)

Di sisi lain, dia menilai, para pekerja itu beralih ke sektor lain yaitu sektor perdagangan seiring mulai meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Hal itu terlihat dari kenaikan jumlah penduduk bekerja di sektor perdagangan sebanyak 1,8 juta orang. Sedangkan sektor jasa kemasyarakatan bertambah sebanyak 380 ribu orang.