Setelah mendapat persetujuan ini, PHE harus segera menyelesaikan aspek rekayasa proyek dan komersial. Jika berjalan mulus, keputusan akhir investasi (final investment decision/FID) akan rampung tahun ini. Setelah itu pembahasan kontrak rekayasa, pengadaan dan konstruksi (engineering, procurement, construction, and installation/EPCI) yang diperkirakan  memakan waktu dua tahun. (Baca: Harga Minyak Anjlok, Pengembangan Blok Nunukan Bisa Tertunda)

Dengan begitu, produksi Blok Nunukan ditargetkan terjadi pada 2019. Blok ini ini akan  memproduksi minyak atau kondensat sekitar 2.000 - 2.800 barel per hari (bph) dan gas bumi sebanyak 60 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Minyak dan gas bumi itu  akan dijual ke induk usahanya yakni Pertamina. Rencana ini sudah diikat dalam bentuk nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU).

Minyak dari Blok Nunukan itu nantinya akan dikapalkan bersama minyak Pertamina EP Bunyu dan Pertamina EP Sembakung untuk diolah di Kilang Balikpapan. Sedangkan produksi gas dari blok itu masih dalam kajian, apakah akan menjadi gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) atau gas pipa.

Sekadar informasi, blok ini dioperatori oleh PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya Pertamina Hulu Energi (PHE) Nunukan Company. PHE Nunukan awalnya memiliki 35 persen saham partisipasi di Blok Nunukan. Kepemilikannya bertambah menjadi 64,5 persen sejak tahun lalu, lantaran PT Medco Energi Internasional Tbk. melepas saham kepada Pertamina. Alasannya, Medco menilai blok itu tidak ekonomis.

Selain Pertamina, ada beberapa perusahaan migas lain yang memiliki saham partisipasi di Blok Nunukan. Videocon memegang 23 persen dan sisanya dimiliki oleh BPRL Ventures Ind BV sebesar 12,5 persen. (Baca: Pertamina Jadi Pemegang Saham Mayoritas di Blok Nunukan)

Halaman:
Reporter: Arnold Sirait