KATADATA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menganggap dana bagi hasil (DBH) belum bisa efektif untuk membangun daerah di sekitar blok migas. Perlu adanya dana tambahan dari pengembangan blok migas yang dialokasikan khusus untuk pembangunan daerah.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi Selama ini pemerintah daerah hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembangunan. Sementara banyak daerah yang pendapatannya relatif kecil dan dinilai tidak cukup untuk modal pembangunan yang masif. Makanya, banyak daerah yang pembangunannya lambat dan terkesan tertinggal jauh dibandingkan beberapa daerah lainnya. (Baca: Pemerintah Godok Konsep Development Fund untuk Blok Masela)
Daerah ini seakan tidak mendapatkan porsi dari anggaran pemerintah pusat ( APBN). Hal ini, kata Amien, menandakan sistem keuangan negara yang berlaku saat ini tidak tepat dan kurang sempurna. Termasuk mekanisme pemberian DBH migas untuk daerah tersebut.
Menurut Amien perlu adanya dana tambahan yang didapat dari hasil pengembangan blok migas yang diharapkan dapat membantu penerimaan daerah. Dengan begitu bisa mempercepat pembangunan dan pengembangan di daerah sekitar blok migas tersebut. Seperti konsep dana dari pengembangan Blok Masela untuk membangun Maluku dan daerah sekitarnya yang sedang dikaji pemerintah.
“Ide dana khusus pembangunan Maluku adalah untuk menyempurnakan sistem keuangan negara yang berlaku. Khusus untuk daerah yang sangat tertinggal,” ujarnya kepada Katadata, Jumat (11/3). (Baca: Maluku Dapat Rp 5 Triliun dari Development Fund Blok Masela)
Dengan adanya dana ini, pemerintah daerah mendapat tambahan dana untuk bisa mengatasi ketertinggalannya dengan daerah lain. Harapannya, dengan dana dari pengembangan Blok Masela, pembangunan infrastruktur di Maluku dan Wilayah Timur Indonesia bisa lebih cepat.
Konsep dana ini sesuai dengan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa proyek Blok Masela harus bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk perekonomian masyarakat. Bukan hanya untuk masyarakat Maluku, tapi provinsi-provinsi lain di sekitarnya pun bisa mendapatkan manfaatnya.
Mekanisme pembentukan dana tersebut saat ini masih dikaji oleh pemerintah. Dana ini akan diterapkan jika pemerintah mengambil opsi pengolahan gas Masela di laut atau off shore. Konsep ini juga akan mulai berlaku setelah lapangan gas tersebut beroperasi pada 2024. Nantinya ada dana yang disisihkan dari penjualan gas di Blok Masela. Nilainya sekitar Rp 5 triliun per tahun. Dana ini kemudian dibagi rata kepada daerah-daerah yang berada di sekitar blok migas tersebut.
Secara teknis, dana ini nantinya akan dikelola oleh lembaga khusus yang akan dibentuk pemerintah, yakni Badan Percepatan Pembangunan Maluku. Tugas lembaga ini sama seperti Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) untuk pembangunan Nangroe Aceh Darusalam (NAD) setelah bencana Tsunami pada 2005. (Baca: Pemerintah Bentuk Badan Percepatan Pembangunan Blok Masela)
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro selaku bendahara negara mengaku belum mengetahui perihal rencana pembentukan dana tersebut. Sampai saat ini belum ada proposal apapun yang masuk ke kementeriannya terkait dana dari pengembangan Blok Masela. “Itu baru ide, belum ada dokumen resmi, belum ada proposal,” kata Bambang pekan lalu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said juga mengakui hal ini. Hingga saat ini belum ada pembahasan lanjutan mengenai konsep dana dari pengembangan Blok Masela. "Semua hal terkait masela, jawabannya sama. Menunggu keputusan Presiden Joko Widodo," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, kemarin (10/3).
Sementara kontraktor Blok Masela, Inpex Corporation meyakini bahwa pengembangan blok migas di Laut Arafura ini akan memberikan dampak besar bagi pembangunan daerah Maluku. “Kami percaya Masela bisa jadi katalis untuk pengembangan Indonesia Timur, khususnya Maluku,” ujar Manajer Communication and Relation Inpex Usman Slamet kepada Katadata pekan lalu.