KATADATA - Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia kembali menjadi sorotan. Sejumlah pihak menilai harga BBM, khususnya jenis Premium, masih mahal meski PT Pertamina (Persero) telah menurunkan harganya awal Januari lalu. Apalagi, harga minyak dunia masih rendah dan berada di kisaran US$ 30-an per barel.
Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) Faisal Basri menyoroti anomali harga penjualan BBM di Indonesia dibandingkan dengan dua negara lainnya, yaitu Amerika Serikat dan Malaysia. Sebagai perbandingan, rata-rata harga BBM jenis regular gasoline atau setara dengan Pertamax yang memiliki kadar oktan (RON) 92 di Amerika Serikat sebesar US$ 1,81 per galon per Kamis (7/3) lalu.
Jika dirupiahkan dengan kurs jual Bank Indonesia pada tanggal yang sama sebesar Rp 13.094 per dolar AS, maka harga RON 92 di AS Rp 6.261 per liter (satu galon setara dengan 3,78 liter). Padahal, saat ini harga Pertamax di Indonesia sebesar Rp 7.950 per liter alias lebih mahal 27 persen atau senilai Rp 1.689 per liter dari harga BBM sejenis di AS.
Jika komponen pajak dikeluarkan dari perhitungan harga BBM, harga di Amerika jauh lebih murah. Komponen pajak atau national average excise taxes untuk BBM di AS sebesar US$ 0,4928 per galon. Jadi, harga RON 92 di luar pajak di negara tersebut Rp 4.556 per liter. Sedangkan Pertamax tanpa pajak di Indonesia Rp 6.913 per liter atau lebih mahal Rp 2.357 per liter. Bahkan, RON 92 tanpa pajak di AS itu lebih murah ketimbang harga Premium yang memiliki kadar oktan 88 sebesar Rp 6.130 per liter.
(Baca: Pertamina Bisa Turunkan Harga Premium di Bawah Rp 5.000)
Dalam artikel yang dipublikasikan di blognya, Senin (7/3) lalu, Faisal mengaku pernah mempertanyakan hal tersebut kepada kenalannya di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ia pun mendapatkan penjelasan bahwa membandingkan harga BBM di Amerika Serikat dengan di tanah air itu tidak adil Pasalnya, kilang minyak di AS sangat efisien, atau bahkan paling efisien di dunia.
Karena itulah, Faisal membandingkan harga BBM dengan Malaysia. Lantaran RON 92 tidak lagi dipasarkan di Malaysia, dia mengambil contoh pembandingnya adalah BBM RON 95 atau setara Pertamax Plus di Indonesia. Di Malaysia, harga RON 95 pada 7 Maret lalu sebesar 1,6 ringgit Malayasia atau setara Rp 5.131 per liter. Harga ini tidak termasuk pajak, karena di RON 95 di negara jiran itu memang tidak dikenakan pajak.
(Baca: Pertamina: Sebagian Pengguna Premium Beralih ke Pertalite)
Atas dasar itu, harga Pertamax Plus saat ini tanpa komponen pajak 15 persen adalah Rp 7.696 per liter. Artinya, harga RON 95 di Indonesia lebih mahal Rp 2.565 per liter dibandingkan di Malaysia. Bahkan walau dibandingkan dengan Premium atau RON 88 tanpa pajak sekalipun yang sebesar Rp 6.130 per liter, harga RON 95 di Malaysia masih lebih murah.
Bercermin dari perbandingan harga di dua negara tersebut, Faisal meminta pemerintah membenahi formula dan mekanisme penentuan harga BBM. Selain itu, mengumumkannya secara terbuka ke publik. “Rakyat mungkin tidak menuntut harga BBM untuk terus diturunkan. Tapi tolong selisih yang besar itu dijelaskan larinya ke mana. Apakah mafia kembali berkeliaran?" katanya.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang membantah tudingan adanya mafia di balik mahalnya harga BBM di Indonesia. “Tidak ada mafia,” kata dia kepada Katadata, Selasa (8/3). Menurut dia, jika menginginkan harga yang sama maka sistem niaga di Indonesia harus disamakan dengan Amerika Serikat dan Malaysia. Sebab, selain komponen pajak, ada beberapa faktor yang membuat harga BBM mahal. Antara lain, pungutan dan distribusi antarwilayah yang membutuhkan besar.
(Baca: Lima Tahun Lagi Pertamina Akan Hapus Premium)
Bambang menyatakan, kebijakan dan formulasi harga yang terkait dengan berbagai pajak dan pungutan tersebut telah diatur pemerintah dalam berbagai undang-Undang (UU). Yaitu UU Keuangan Negara, UU Pajak, UU Otonomi Daerah, UU Minyak dan Gas Bumi. “Kenapa Petronas tidak bisa jual murah BBM di Indonesia. Kenapa Pertamina bisa jual 0,89 sen per liter RON 92 di Timor Leste dan itu masih bisa mengalahkan Australia. Simpulkan saja sendiri,” ujar Bambang.
(Baca: Untung Besar, Pertamina Diminta Turunkan Harga BBM Premium)
Sebelumnya, anggota Komisi Energi (VII) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Inas Nasrulllah Zubir juga pernah mempersoalkan tingginya harga BBM jenis Premium saat harga minyak anjlok di bawah US$ 30 per barel. Acuannya adalah harga minyak mentah jenis WTI dan Brent pada 15 Januari lalu, masing-masing sebesar US$ 29,42 dan US$ 31,01 per barel. Sedangkan harga rata-rata Mean of Platts Singapore (MOPS) Mogas 92 (setara Pertamax) dalam sepekan terakhir itu sebesar US$ 43,38 per barel.
Adapun rumus menghitung harga RON 88 (Premium)/HIP RON 88 adalah MOPS RON 92 dikurangi US$ 2, lalu ditambah US$ 3. Sebagai informasi, US$ 2 merupakan selisih harga tender yang diperoleh untuk pengadaan Premium dalam enam bulan ke depan. Adapun nilai US$ 3 adalah rata-rata biaya pengapalan alias pengiriman (freight).
(Baca: Harga Premium Dinilai Tidak Wajar)
Inas menggunakan acuan harga rata-rata MOPS Mogas 92 dalam satu bulan terakhir (pertengahan Januari 2016), sebesar US$ 46 per barel. Dengan perhitungannya, bisa diketahui harga MOPS RON 88 sebesar US$ 45 per barel. Berdasarkan asumsi posisi terendah nilai tukar rupiah dalam sebulan terakhir pada periode itu Rp 13.900 per dolar AS dan satu barel setara dengan 159 liter, maka harga saat masuk ke Indonesia atau Harga Indeks Pasar (HIP) Premium sebesar Rp 4.021,4 per liter.
Selanjutnya untuk menghitung harga jualnya, HIP Premium masih harus ditambah dengan biaya-biaya lain dan pajak. Biaya ini di antaranya seperti pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen, pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 5 persen, serta biaya distribusi, transportasi dan penyimpanan yang totalnya sebesar 17 persen, menjadi Rp 4.705 per liter.
Lalu, harga pokok tersebut ditambah dengan margin SPBU sebesar Rp 285 per liter dan margin Pertamina sekitar 5-10 persen. "Anggap saja margin Pertamina sama dengan pom bensin yakni Rp 285,” kata Inas, anggota Fraksi Partai Hanura ini.
Jadi, harga jual Premium kepada konsumen di SPBU seharusnya Rp 5.275 per liter. Sementara harga jual Premium di daerah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) saat ini Rp 7.050 per liter dan non-Jamali Rp 6.950 per liter. Artinya, Pertamina meraup untung sekitar Rp 1.675 hingga Rp 1.775 dari setiap liter Premium yang terjual. “Apakah enggak gede tuh untungnya,” ujar Inas.