Ini Dampak Positif Evaluasi Harga BBM Tiap Tiga Bulan

BBM Subsidi KATADATA | Arief Kamaludin
BBM Subsidi KATADATA | Arief Kamaludin
Penulis: Safrezi Fitra
23/2/2016, 12.01 WIB

KATADATA - Pemerintah menyatakan tetap konsisten untuk melakukan evaluasi harga bahan bakar minyak (BBM) setiap tiga bulan sekali, seperti yang telah disepakati dengan DPR. Meski saat ini harga minyak dunia sedang rendah, pemerintah baru akan menurunkan harga BBM pada April.

"Kami tidak umumkan per bulan tapi tiga bulan, jadi masyarakat punya persiapan," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral I.G.N. Wiratmaja Puja dalam diskusi dengan media di Gedung Migas Jakarta, Senin (22/2). (Baca: Bulan April, Pertamina Perkirakan Harga Premium Turun Lagi)

Menurut dia, kebijakan evaluasi harga BBM setiap tiga bulan ini memiliki dampak positif bagi Indonesia. Dampak positif yang pertama adalah, kestabilan ekonomi. Gejolak harga BBM biasanya berdampak pada kestabilan harga-harga barang lain. Dengan evaluasi setiap tiga bulan, masyarakat jadi bisa memperkirakan dan punya persiapan mengenai harga BBM ke depan.

Dampak lainnya adalah memberikan kepastian dan kestabilan pada dunia usaha. Kepastian ini diperlukan dunia usaha untuk menjalankan dan memproyeksikan bisnisnya. Dengan begitu, bisa mengurangi keraguan investor menanamkan modalnya di Indonesia.

Kedua hal ini membuat Indonesia dipandang sebagai negara dengan stabilitas perekonomian yang baik di mata dunia. Wiratmaja mengatakan Indonesia menduduki posisi ketiga negara yang ekonominya stabil di dunia, selain India dan Cina. “Itu dampaknya. Itu yang membuat harga BBM kita enggak seperti roller coaster (mudah naik turun mengikuti pasar),” ujar Wiratmaja. (Baca: Dituding Tak Wajar, Menteri Sudirman Belum Mau Turunkan Premium)

Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said mengungkapkan beberapa alasan mengapa harga BBM tidak turun bulan ini, meski harga minyak dunia sudah turun. Selain karena kebijakan evaluasi tiga bulan, ada juga faktor penentu harga BBM, yakni nilai tukar rupiah dan efisiensi rantai pasokan.

Alasan lainnya, Sudirman khawatir penurunan harga BBM akan menjadi bumerang di kemudian hari. penurunan harga BBM tak pernah diikuti dengan penurunan harga bahan pokok. Sebaliknya, harga bahan pokok selalu naik ketika harga BBM naik. 

Jika pemerintah menurunkan harga BBM, kemudian menaikkan lagi saat harga minyak naik, maka harga bahan pokok akan naik berkali-kali. Dampaknya, masyarakat dengan daya beli rendah akan sangat tertekan.

Di sisi lain, Wiratmaka mengakui kebijakan evaluasi harga BBM setiap tiga bulan juga memiliki kelemahan. Ketika harga minyak dunia sedang rendah seperti sekarang, harga BBM belum bisa turun. Karena belum sampai tiga bulan sejak evaluasi harga terakhir, Januari lalu.

PT Pertamina juga harus menanggung kerugian hingga Rp 12 triliun sepanjang tahun lalu dari penjualan Premium. Premium sudah tidak disubsidi, tapi pemerintah masih mengatur harganya. Hal inilah yang membuat Pertamina mengalami kerugian tersebut.

Meski demikian, Wiratmaja mengatakan kerugian tersebut bukan karena menjual Premium. Karena Pertamina sudah mendapat untung dari margin penjualan Premium yang ditetapkan pemerintah. "Di formulanya (harga bbm) kan ada margin badan usaha, dan untung pertamina itu dari sana. Bukan di kekurangan kelebihan pertamina menjual BBM penugasan," ujarnya.

Reporter: Anggita Rezki Amelia