KATADATA - Sambil menanti disahkannya Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menandatangani nota kesepahaman dengan Mahkamah Agung. Dari kerja sama, BI dan OJK memberikan materi mengenai bank sentral dan jasa keuangan kepada para hakim.
Para pejabat dua lembaga otoritas keuangan itu berharap para hakim memiliki pengetahuan terkini mengenai perekonomian yang menjadi dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan. Tahun ini, materi yang diberikan mengenai peningkatan wawasan Undang-Undang Mata Uang dan perlindungan konsumen.
Meski menjalin kerja sama, Mahkamah Agung memastikan lembaganya tetap independen dalam mengambil keputusan. Termasuk bila Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) sudah ditetapkan. (Baca: Pembahasan RUU JPSK Penangkal Krisis Hampir Rampung).
Ketua MA Muhammad Hatta Ali menjelaskan bahwa hukum merupakan bidang yang dinamis. Untuk mengatasi perubahan itu, hakim perlu mendapat pemahaman perekonomian terkini. Apalagi tantangan yang ada beragam, sehingga menyulitkan BI dan OJK mengambil kebijakan.
Sementara itu, draf RUU JPSK sudah menghilangkan pasal imunitas. Meski begitu, ia menegaskan bahwa Mahkamah independen dalam memutuskan persidangan. Termasuk bila majelis itu melibatkan BI atau OJK. “Sambil menunggu UU (JPSK), kami ikuti perkembangan ekonominya,” tutur Hatta usai menghadiri penandatanganan perjanjian perpanjangan nota kesepahaman di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin, 22 Februari 2016.
Sementara itu, Gubernur BI Agus Martowardojo yakin beleid penangkal krisis itu bisa selesai dalam waktu dekat. Sebab, tiga substansi yang masih menjadi perdebatan sudah dibicarakan antara pimpinan Komisi XI yang membidangi keuangan, panitia kerja, Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ketiga topik yang dimaksud yakni wewenang masing-masing lembaga, koordinasi, dan penetapan krisis. Setelah itu, hanya tinggal memfinalisasi penyusunan RUU JPSK.
Dalam hal perjanjian ini, BI pernah diperkarakan perihal penetapan direksi salah satu bank. Kandidat yang tidak lolos tahapan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test, menolak hal tersebut. Melalui perjanjian ini, Agus menegaskan bahwa BI juga independen dalam menetapkan kebijakan. “Kami yakin keputusan kami. Dalam Undang-Undang BI, kami menjadi lembaga negara yang independen, baik terhadap pemerintah dan semua pihak,” ujar dia. (Baca juga: Menkeu: Kami Tak Ingin Kasus 1998 dan 2008 Terulang).
Dengan kerja sama ini, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Haddad yakin ada pengetahuan tentang perekonomian yang lebih terkini oleh para hakim. Hal itu bisa jadi landasan bagi para hakim dalam menetapkan keputusan. “Mau menggugat yaa berhak saja. Tapi terkait MoU ini keputusan kami update. Jadi keputusan kami berkualitas,” ujar Muliaman.